Wednesday, February 29, 2012

SISTEMATIKA BIOLOGI

 
PENDAHULUAN

Dalam buku-buku dan risalah-risalah ilmiah lainnya orang sering mencampurkan dan memertukarkan pengertian istilah-istilah klasifikasi, taksonomi, dan sistematika. Dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai ada kecenderungan untuk memberikan pengertian tersendiri bagi masing-masing istilah tadi jadi sekarang orang tidak lagi memertukarkan istilah-istilah itu. Menurut pengertian baru ini, taksonomi ialah ilmu tentang teori-teori klasifikasi, pencirian, dan penamaan. Jadi kegiatan taksonomi itu mencakup dasar-dasar pencirian, tata cara pengenalan dan hukum-hukum penamaan, serta asas-asas pengaturan makhluk dalam golongan atau satuan kelasnya secara ideal. Berlaian dengan klasifikasi, taksonomi sudah sering diartikan sebagai teori dan praktek klasifikasi dan bukan hasil akhirnya, yaitu sistem klasifikasi. Dengan sendirinya pengetahuan tentang seluk-beluk penamaan, pencirian, dan penggolongan saja – jadi taksonomi semata – belumlah dapat menerangkan sebab musabab dan asal usul sampai terjadinya suatu bentuk pengaturan seperti yang dituangkan dalam suatu sistem klasifikasi. Untuk itu orang lalu melakukan kegiatan pengajian kekerabatan dan keanekaragaman melalui taksonomi pencobaan atau biosistematika, sedangkan hubungan evolusi makhluk dialami oleh Filogenetika.
Gabungan antara taksonomi dan biosistematika serta filogenetika inilah yang sekarang merupakan wilayah sistematika biologi.
Dengan demikian sistematika biologi itu dapat didefinisikan sebagai ilmu yang secara ilmiah memelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman makhluk serta sejarah hubungan kekerabatan evolusi yang ada di sekitar mereka.

1.      PENCIRIAN
Pertelaan atau deskripsi yaitu pemaparan atau menguraikan suatu batasan atau ruang lingkup dan ciri-ciri suatu takson dengan suatu pelukisan atau penggambaran terperinci yang menggunakan kata dan istilah serta terkadang dilengkapi pula dengan ilustrasi. Dengan kata lain pertelaan simpulan dan perwujudan pencirian suatu takson.
Pencirian pada umumnya berupa ciri (character) dan sifat ciri (character state) yang diperinci, dianalisis, disintesis, dan semuanya lalu disajikan sebagai bukti taksonomi.
Kodrat Ciri Dan Sifat Ciri
Dalam sistematika biologi, secara umum ciri dapat diartikan sebagai penanda yang mengacu kepada bentuk, susunan, atau kelakuan makhluk, yang dapat digunakan untuk membandingkan, mendeterminasi, menginterpretasi, mengelompokkan atau memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya.
Ciri merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi umumnya berwjud sesuatu yang dapat diamati, dihitung, diukur, atau diperlakukan. Oleh karena itu dapat di mengerti bahwa variasi ciri merupakan al yang paling penting untuk keperluan sistematika biologi. Variasi ciri pada umumnya biasa di katakan sebagai sifat ciri. Dalam suatu pertelaan ciri harus dibarengi dengan sifat ciri.
Kemudahan alam pemberian nilai, orang sering membedakan antara ciri kualitatif dan ciri kuantitatif. Ada atau tidaknya suatu ciri, duduk daun berhadapan atau berseling, dab perilaku serangga yang giat malam (nocturnal) atau giat siang (diurnal), adalah contoh dari ciri kualitatif. Ciri yang sifatnya dapat dinilai secara langsung dengan mengukur panjang, berat, kerapatan, dan lain-lainnya adalah ciri-ciri kuantitatif.
Untuk keperluan pengklasifikasian umumnya orang menggunakan ciri sntesis, yaitu ciri yang terdapat serba sama dan luas merata pada seluruh anggota suatu takson yang berperingkat tinggi, tetapi ciri ini tidak banyak bermanfaat untuk penggolongan takson yang berperingkat rendah.
Untuk keperluan pendeterminasian dan pembatasan takson umumnya orang menggunakan ciri diagnosis, ciri kunci atau ciri analisis. Ciri ini mempunyai sifat yang terdapat terbatas dan khas karena dipilihkan dari ciri yang mempunyai kisaran variasi yang bermacam-macam polanya. Karena terbatasnya persebaran dan besarnya ketidaksamaan variasi ciri-ciri analisis, sukar untuk dipakai sebagai ciri untuk mempersatukan atau menyintesiskan takson yang berperingkat tinggi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ciri yang baik untuk keperluan sistematika biologi haruslah tidak mudah terpengaruh terhadap faktor lingkungan, variasinya konsisten dan berkorelasi dengan ciri-ciri lainnya, serta tidak udah termodifikasi oleh perubahan segresi atau rekombinasi faktor genetik yang sederhana.
Untuk lebih mudah dipahami dan dihayati jika disadari bahwa ciri dapat didefinisikan sebagai “........... bentuk asli ditambah dengan semua modifikasi yang terjadi kemudian .......”. Defenisi ini menyiratkan bahwa memang terjadi suatu transisi dari satu sifat ciri ke sifat ciri lainnya. Untuk memastikan itu maka dianggap perlu melakukan suatu polarisasi sifat ciri, dengan jalan membedakan sifat ciri yang merupakan bentuk leluhurnya atau Plesiomorf (primitif), dan bentuk turunan atau Apomorf (maju). Dalam kaitan ini, jika dua atau lebih takon menampilkan adanya sifat ciri plesiomorf serupa, maka sifat ciri ini merupakan Simplesiomorf. Sebalikanya kalau suatu apomorf homolog dimiliki oleh dua atau lebih sifat ciri  takson, sifat ciri ini dikatakan Sinapomorf. Penentuan polarisasi sifat ciri ini dipermudah dengan metode outgroup, yaitu dengan membandingkan takson yang ditangani  (kelompok ingroup) dengan takson kerabat dekatnya yang untk keperluan penilaian lalu dianggap lebih bersifat primitif.
Karena corak pendekatannya, dengan sendirinya hanya sifat ciri yang homolog saja yang harus digunakan dalam analisis, sehingga kemungkinan terlibatkannya sifat ciri yang analog harus diwaspadai. Sebagaimana diketahui perubahan sifat ciri tidak selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, sebab persebaran sifat ciri dalam jajaran takson yang ditangani mungkin merupakan hasil evolusi yang paralel, atau konvergensi, atau bahkan pembalikan (reversal) suatu sifat ciri apomorf ke keadaan plesiomorf. Perubahan-perubahan evolusi yang menyebabkan kesalahan simpulan dalam penggambaran filogeninya ini secara kolektif di sebut Homoplasi.

Sumber Ciri Untuk Bukti Taksonomi
Ciri yang dipakai sebagai bukti taksonomi dalam mencirikan, menggolongkan, dan menamakan makhluk dapat berasal dari seluruh bagian tubuh dan dari semua fase serta proses pertumbuhan makhluk, antara laian yaitu :
Morfologi. Kriteria morfologi masih akan terus dipakai sebagai tumpuan utama kegiatan pendeterminasian, pencirian dan penyusunan sistem klasifikasi yang praktis. Lagi pula ciri-ciri morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dengan cepat jika dibandingkan dengan ciri-ciri lainnya. Sayangnya proses perkembangan ciri mofologi gampang termutasikan sehingga bentuk akhir pengejawantahannya dapat dipengaruhi oleh faktor non-genetika seperti keadaan kesehatan makhluk, status gizi dan makananya, umur, lingkungan sekitar, serta tahapan siklus penangkarannya.
  Ontogeni dan Embriologi. Pengunaan data-data embriologi (ilmu yang mempelajari perkembangan lembaga sebelum, selama, dan sesudah pembuahan) memang baru terbatas pada takson berperingkat tinggi. Macam dan susunan kantong lembaga ternyata mantap dalam sesuatu suku, sehingga dapat membantu penggolongan suku-suku yang sulit. Data-data embriologi berguna juga sebagai bukti tambahan untuk menentuan batasan marga dan menyusun sistem klasifikasi yang lebih alamiah.
Warna. Warna seringkali dimanfaatkan sebagai ciri penyedia bukti taksonomi karena dapat menjadi penanda untuk identifikasi jenis yang terandalkan. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam kebanyakan hal, pola warna lebih bermanfaat dibandingkan dengan corak warnanya sendiri, apalagi karena warna dapat memudar pada spesimen yang diawetkan.
Anatomi dan Ciri Tersembunyi. Ciri anatomi sangat berguna untuk menganalisis hubungan filogenetik. Pemakaian ciri tersembunyi sebagai bukti taksonomi memang sering menghadirkan takson tersembunyi (kriptospesies) pula sehingga harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
Ultrastruktur. Struktur permukaan renik sekarang dapat ditampilkan oleh SEM (Scanning Electron Microscop) secara jelas sehingga menambah ciri yang dapat dimanfaatkan sebagai bukti taksonomi secara lebih meyakinkan. TEM (Transmission Electron Microscop) memfasilitasi penelaahan ultrastruktur sel yang berpengaruh besar pada pemecahan masalah taksonomi dan filogenetika sehingga dipercaya akan membantu perbaikan pemahaman tentang hubungan kekerabatan evolusi makhluk. Dalam kaitannya dengan pengerahan ciri ultrastruktur untuk keperluan penelaahan filogenetika, perlu diwaspadai kenyataannya bahwa ciri renik itu sering bersifat sederhana atau kurang kompleks sehingga hanya dikendalikan oleh sejumlah gen kecil.
Sitologi. Ukuran kromosom ternyata mantap untuk setiap jenis. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromosom tumbuhan monokot mempunyai ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan kromosom dikot. Dan tumbuhan berkayu kebanyakan mempunyai kromosom berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kromosom tumbuhan terna yang sekerabat. Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis umumnya sama, sehingga ciri ini mempunyai nilai penting. Akan tetapi sampai sekarang baru kira-kira 10% seluruh tumbuhan yang ada yang sudah diperiksa secara sitologi. Kepentingan nilai jumlah kromosom sebagai bukti taksonomi disebabkan oleh karena kemantapannya berkorelasi dengan penggolongan alamiah makhluk. Dengan demikian ciri ini dapat dipakai sebagai penunjuk untuk membagi-bagi sesuatu takson, asal saja terhadap ciri lain menguatkannya. Manfaat jumlah kromosom ini umumnya amat terasa pada takson dibawah suku, terutama pada tingkat jenis peranan ciri kromosom amatlah menonjol dalam menginterpretasi suatu sistem klasifikasi dan dalam menentukan kekerabatan serta arah evolusi, menjelaskan mekanisme terjadinya suatu golongan, menunjukkan adanya reproduksi isolasi dan lain-lain. Data-data ini, bersama dengan hasil percobaan dalam bidang genetika, morfologi perbandingan dan ekologi memugkinkan kita memata-matai arah, jalan atau kerja evolusi.
Biokimia. Makin sempurnanya teknik analisis dengan cara kromatografi kertas dan kromatografi gas telah membuka horizon baru dalam menggunakan data-data biokimia sebagai bukti taksonomi. Dengan teknik ini dapatlah diketahui persebaran dan profil kromatogram senyawa-senyawa fenol, glikosida HCN, alkoloid, minyak dan lemak, karbohodrat terlarutkan dalam air, asam-asam amino bebas dan sebagainya. Bergantung kepada kandungan senyawa kimianya, profil kromatogram yang dihasilkan oleh ekstrak setiap jenis tumbuhan akan berbeda. Sebagai akibatnya data-data tadi dapat langsung terus dipaergunakan untuk keperluan bukti taksonomi tanpa terlebih dahulu perlu mendeterminasi susunan senyawa kimianya sendiri. Dari semua data biokimia senyawa fenol dapat merupakan bukti taksonomi yang terpenting sebab dapat menjajagi hubungan berbagai golongan tumbuhan yang berkerabat secara evolusi.
Urutan Molekul. Urutan nukleotida DNA dan RNA, atau residu asam amino dalam protein pelbagai makhluk semakin banyak diungkapkan orang. Masalah muncul karena ketidaknungkinan membedakan homologi dan anlogi untuk setiap posisi dalam urutan molekul, sehingga homoplasi diduga lebih sering diumpai dibandingkan dengan ciri yang disediakan morfologi. Persoalan ini yang juga mencuat ke permukaan adalah kenyataan seringnya dijumpai inkongruensi atau ketidaksesuaian dalam gambaran simpulan hasil yang diperoleh dari analisis kekerabatan berbasis pendekatan molekul bila dibandingkan dengan hasil dari pendekatan morfologi. Hal ini terjadi karena ketidaksamaan kecepatan evolusi pada ciri-ciri yang diamati.
Artefakta Hewan. Banyak sekali makhluk yang menhasikan artefakta, yang ternyata sangat berguna untuk keperluan pencirian guna menyempurnakan pengertian tentang hubungan filogenetika anggotanya.
Perilaku. Bukti-bukti menunjukkan bahwa perkembangan perilaku memang tidak selalu bersifat plastis sehingga tidak selamanya dapat dianggap sebagai homoplasi. Isolasi genetika anak jenis dan jenis sanak sering dibarengi dengan perbedaan perilaku. Perilaku reproduksi juga sangat menentukan, sebab jenis yang giat malan dan kerabatnya yang giat siang tidak punya peluang luas untuk melakukan perkawinan.
Persebaran Geografi. Persebaran geografi makhluk memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi perlu, diperlukan sebagai suatu jenis tersendiri, atau cukup dianggap sebagai forma atau varietas, atau sebagai anak jenis daripada jenis yang lain. Dalam kaitan ini persebaran geografi erat pula hubungannya dengan faktor ekologi yang menentukan beberapa ciri biologi makhluk yang bersangkutan. Di samping itu persebaran geografi juga amat berfaedah dalam mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson-takson tertentu. Dengan pertolongan peta yang memuat persebaran setiap jenis yang diselidiki, dapatlah diketahui daerah yang paling banyak jenisnya serta paling besar variasi ciri-cirinya. Daerah tersebut dikenal sebagai pusat keanekaragaman dan seringkali merupakan daerah yang dianggap sebagai tempat asal leluhur evolusi takson-takson itu.

*      PERTELAAN
Catatan lengkap pengamatan dan analisis ciri-ciri setiap takson akan dituangkan dalam serangkaian pertelaan. Salah satu cara untuk menguasai istilah yang banyak ialah dengan mencoba mempelajari satu jenis makhluk dengan seksama. Makhluk tadi hendaklah dianalisis sampai susunan morfologi bagian-bagian tubuhnya dipahami sepenuhnya berikut istilah-istilah yang dpakai orang untuk mengacu sifat-sifatnya. Kemudian cobalah membuat sendiri pertelaan makhluk itu berdasarkan pola yang dibakukan, lalu perbandingkan hasilnya dengan pertelaan yang terdapat dalam pustaka-pustaka yang ada.
Bentuk dan Isi Pertelaan. Mengingat fungsinya yang penting dalam sistematika biologi, isi pertelaan yang relatif pendek dan haruslah tepat, terperinci dengan lengkap dan menyeluruh, serta dapat dibandingkan sesamanya. Urutan yang biasa dipakai orang dalam memertelakan suatu jenis makhluk beserta setiap organnya ialah dari yang umum sampai yang khusus, dari dasar ke ujung, dari bagian luar ke bagian dalam, dan dari organ secara umum sampai kepada bagian-bagiannya secara terperinci sendiri-sendiri.
Karena merupakan definisi suatu takson, pertelaan suatu takson haruslah mencakup takson-takson di bawahnya. Oleh karena itu semakin tinggi peringkat suatu takson umumnya semakin pendek pertelaannya. Pertelaan marga itu harus lebih berciri umum sehingga dapat menampung semua variasi ciri jenis-jenis yang tergolong  ke dalamnya.
Diagnosis. Diagnosis seringkali dipakai pada waktu memerkenalkan suatu takson baru untuk pertama kali dan umumnya ditempatkan di awal pertelaan. Adakalanya diagnosis disisipkan dalam pertelaan biasa tetapi ditonjolkan dengan jalan menggarisbawahi atau mencetak miring ciri-ciri diagnosis itu.

2.     PENGGOLONGAN
Takson atau satuan taksonomi yang dipakai dalam menggolongkan makhluk adalah jenis, marga, suku, dan seterusnya. Penentuan tingkat takson itu tergantung kepada besarnya derajat kesamaan ciri yang dimiliki komponen di bawahnya.

Satuan-Satuan Klasifikasi
Penyusunan sistem klasifikasi biasanya didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang secara genetika berciri mantap, sehingga faktor lingkungan tidak mempengaruhi hasil pengklasifikasian itu. Selanjutnya orang mengusahakan dan mencari agar ciri-ciri yang dipakai mempunyai korelasi satu sama lainnya.
Satuan-satuan Penyususn Jenis. Batasan individu tidak mudah mendefinisikannya tapi kebanyakan ahli biologi sekarang menyetujui bahwa ciri keautonomian fisiologinya merupakan ciri utama suatu individu. Jadi pada tumbuhan yang berkoloni dan berkembang biak secara vegetatif, suatu individu yang baru terbentuk bila terjadi pemisahan organik antara individu itu dan tetuanya.
Individu yang menyusun jenis atau bagian-bagiannya secara keseluruhan biasa disebut populasi. Populasi umumnya didefinisikan sebagai sekelompok individu yang semacam, mempunyai persamaan-persamaan umum dan menghuni tempat yang sama pada saat yang bersamaan. Individu-individu suatu populasi itu akan berkembang biak, saling kawin-mengawini yang bertukar gen, mati atau pindah, terpecah belah atau menggabung dengan populasi lainnya, namun ciri dasar populasi itu secara keseluruhan tetap. Karena itu dapatlah dimengerti mengapa konsep satuan taksonomi yang berdasarkan populasi itu di anggap konkrit, sebab populasi sendiri dapat dianggap merupakan sesuatu yang konkrit.
Biotipe adalah suatu populasi yang individu-individunya mempunyai susunan genotipe yang sama. Suatu biotipe itu mungkin berciri homozigot atau heterozigot; di alam biotipe yang berciri homozigot itu jarang dijumpai. Sekalipun tidak merupakan satuan taksonomi atau takson yang perlu diberi nama ilmiah, biotipe itu penting dalam sistematika biologi sebab merupakan satuan dasar bagi penelitian-penelitian genetika populasi dan taksonomi eksperimen atau biosistematika. Konsep-konsep satuan taksonomi sekarang umumnya disusun berdasarkan biotipe-biotipe itu. Apomiksis (yaitu populasi yang terjadi karena apogami atau perkembangbiakan kawin dengan tidak melalui pembauahan satu individu) dan klon (suatu populasi yang merupakan keturunan vegetatif daripada suatu individu) adalah macam-macam khusus botipe. Keduanya mempunyai arti penting tidak saja bagi taksonomi tapi juga untuk keperluan praktik.
Dalam suatu populasi jenis, secara sporadik adakalanya terdapat satu atau beberapa biotipe tanpa pola persebaran tertentu tetapi menunjukkan variasi bentuk yang jelas berbeda dengan anggota-anggota populasi lainnya. Inilah yang dalam botani disebut forma, yang seringkali terjadi karena secara kebetulan fakor-faktor gen resesif terkumpul sehingga timbulnya dalam populasi berciri sporadik dan terbatas tetapi dengan ciri-ciri yang mantap. Forma itu merupakan peringkat terendah yang diberi pengakuan taksonomi dan nama ilmiah sebab umumnya mudah dikenal (misalnya karena perbedaan warna bunga, atau bentuk dan ukuran daun).
Masih dalam BOTANI, takson di bawah tingkat jenis yang paling banyak dipergunakan orang ialah varietas, dengan pengertian yang sering berbeda-beda. Dalam lingkungan pertanian istilah varietas umum dipakai untuk mengacu segala bentuk variasi jenis tanaman; untuk ini istilah yang paling tepat ialah kultivar (dari cultivar = cultivated variety, varietas yang dibududayakan atau dijinakkan).
Untuk keperluan klasifikasi biologi ahli-ahli botani pada umumnya menganggap varietas itu sebagian suatu populasi yang terdiri atas satu atau beberapa biotipe, mempunyai ciri morfologi yang nyata dan tersebar dalam daerah yang terbatas, jadi merupakan ras lokal daripada populasi jenisnya. Karena itu variasi yang menjadi ciri varietas dapat mempunyai ciri yang sesuai dengan faktor-faktor geografi, ekologi, atau sitologi atau gabungan dari ketiganya.
Berbeda dengan varietas yang persebarannya terbatas atau berciri lokal, anak jenis atau subspesies merupakan populasi yang terdiri atas beberapa biotipe dengan daerah persebaran yang meluas sampai meliputi suatu wilayah atau kawasan. Jadi anak-anak jenis itu dapat dianggap sebagai ras-ras geografi daripada populasi jenis, terpisah satu sama lain oleh perbedaan-perbedaan morfologi tetapi diantaranya tidak terdapat penghalang genetika, sekalipun daerah persebarannya mungkin terpisah satu sama lainnya. Luas tingkat persebaran (sporadik untuk forma, lokal untuk varietas, dan regional atau kawasan untuk anak jenis) tidak selamanya berimbangan dengan perbedaan-perbedaan antara sesama anak jenis, sehingga adakalanya tidak setajam atau sebanyak perbedaan-perbedaan antara varietas-varietas, atau bahkan antara forma-forma yang sejenis.
Jenis: Batu Dasar Sistematika. Gabungan semua populasi yang semacam, jadi gabungan seluruh individu makhluk yang satu macam biasa disebut jenis.
Pada garis besarnya definisi-definisi jenis yang banyak itu dapat digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama mendefinisikan jenis berdasarkan tradisi, jadi menggunakan kriteria morfologi. Di samping morfologi faktor geografi kemudian diperhitungkan juga karena diakuinya kepentingan variasi yang terdapat dalam daeah persebaran populasi. Definisi berdasarkan kriteria morfologi geografi ini menghasilkan jenis taksonomi. Menurut konsep ini jenis itu merupakan populasi-populasi yang terdiri atas individu-individu dengan ciri-ciri morfologi yang berkorelasi.
Kelompok definisi yang kedua menghasilkan konsep jenis biologi, yang memformulasikan jenis sebagai populasi-populasi yang disatukan satu sama lain oleh kemungkinan untuk saling kawin-mengawini secara bebas, dan terpisah atau terisolasi dari jenis-jenis lainnya oleh adanya penghalang reproduksi.
Sebenarnya perbedaan antara jenis taksonomi yang berdasarkan morfologi dan jenis biologi berlandaskan ciri-ciri sitogenetika itu tidaklah perlu dipertajam. Dengan demikian jenis dapat dikenal secara morfologi, dan terdiri atas populasi atau gabungan individu yang diperkirakan dapat saling kawin-mengawini sesamanya secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang menyerupai tetuanya, serta merupakan pembawa. Di antara satu jenis dan jenis lainnya dengan sendirinya diharapkan terdapat suatu pemisah, suatu ketidaksinambungan dalam berbagai ciri morfologi dan ciri-ciri kebakaannya.
Perkembangan terakhir menuntut dianutnya konsep jenis filogenetika, yang dapat didefinisikan sebagai satuan terkecil makhluk yang berkembang biak secara seksual yang sedikit-dikitnya memiliki satu ciri diagnosis yang terdapat pada semua anggotanya tetapi tidak dijumpai pada kerabat terdekatnya.
Takson-Takson di Atas Jenis. Konsep takson-takson di atas jenis biasanya dianggap sesuatu yang abstrak. Sekalipun demikian marga mungkin merupakan satuan yang sudah dikenal orang sebelum biologi berkembang sebagai suatu ilmu. Sebagai salah satu satuan taksonomi marga mempunyai fungsi untuk menyediakan wadah yang mempersatukan semua jenis yang erat kekerabatannya secara alamiah. Dalam menentukan batasan-batsan marga, keeratan hubungan kekeluargaan jenis-jenisnya selalu mendapat perhatian utama. Penempatan suatu jenis dalam suatu marga harus didahului oleh pemastian bahwa jenis itu betul-betul erat hubungan kekerabatannya dengan jenis yang tanpa diragukan lagi merupakan anggota sejati marganya. Besar derajat perbedaan, besar jumlah jenis yang tersangkut, dan tradisi pemakaian sesuatu marga penting juga pengaruhnya dalam mempertimbangkan apakah suatu kelompok jenis itu dapat dianggap merupakan satu marga atau tidak.
Gabungan marga-marga yang sekerabat ditampung dalam suku. Korelasi ciri-ciri morfologi daam seluruh anggota suku itu seringkali besar jumlahnya. Adanya ciri-ciri khusus tertentu yang menjadi pemersatu marga-marga tertentu telah menimbulkan suku-suku yang ciri kealamiahannya mudah dilihat.
Bangsa adalah satuan taksonomi tempat mewadahi kumpulan suku-suku yang erat hubungan kekerabatannya satu sama lainnya. Takson ini merupakan satuan yang paling tidak sempurna batasan-batasannya dan kegunaannya untuk pendeterminasian hampir tidak ada. Kumpulan bangsa ditampung dalam kelas dan gabungan kelas membentuk filum.
Makin kecil perbedaan yang memisahkan ketiganya makin rendah peringkat takson yang diperlukan untuk kelompok-kelompok tadi, dan sebaliknya.

Seperangkat Asas Pemandu Penyusunan Sistem Klasifikasi
Sebelum suatu sistem klasifikasi dapat disusun, terlebih dulu perlu diketahui dengan baik semua ciri beserta kodrat dan fitrah obek yang dihadapi sebagai penanda atau pengenal keutuhan objek. Sejauh-jauhnya objek-objek itu seyogyanya dibuat setara baik cakupan maupun peringkat dan tingkat perkembangannya. Untuk itu perlu dibuat batasan atau definisi sehingga diperoleh kesamaan variasi ciri dan ciri yang akan dipakai, keluasan dan kedalaman cakupan, serta tolak ukur atau tanda pengenal lainnya. Dengan demikian setiap objek tadi dapat dijadikan “satuan kegiatan operasi” untuk dapat diberikan perlakuan yang sama, sehingga segala sesuatunya memang harus terukurkan, terbandingkan, dan utuh.
Asas lain yang perlu diperhatikan dalam mengklasifikasi sesuatu adalah kealamiahan objek, yang harus dihormati sehingga posisi dan fungsinya dalam relung yang ditempatinya pada sistem klasifikasi yang dihasilkan nanti akan serba berkewajaran.
Dalam melakukan klasifkasi orang perlu pula memperhatikan keharmonisan dan keseimbangan sehingga hasil atau sistem klasifikasi yang diciptakan akan baik serta mendekati kesempurnaan yang ideal.
Pelaksanaan klasifikasi haruslah dilakukan secara bertaat asas berdasarkan kriteria yang dijadikan bukti ciri atau landasan pengklasifikasian. Perlu diketahui bahwa suatu ciri yang berguna untuk sekumpulan objek di suatu peringkat belum tentu baik bila dipakai untuk peringkat lain, apalagi untuk objek lain.
Kemultigunaan merupakan salah satu asas pemandu penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan klasifikasi. Kemultigunaan dapat dicapai kalau ciri yang dijadikan landasan pengelasifikasian itu berjumlah banyak, dengan setiap ciri berpautan satu sama lainnya. Secara empiris dalam biologi diketahui bahwa idealnya jumlah ciri itu sebanyak jumlah objek yang diklasifikasi kurang satu, ( n – 1 ).
Bergantung pada motif, dasar dan cara yang dipakai, klasifikasi itu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi empirik dan klasifikasi rasional. Klasifikasi empirik ialah penggolongan makhluk yang tidak memerdulikan makhluknya sendiri, jadi suatu penggolongan yang tidak didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh makhluk yang diklasifikasi. Klasifikasi menurut abjad adalah contoh klasifikasi empirik, karena pedoman utama dalam mengklasifikasi disini ialah huruf awal namanya, yang sebenarnya hanya buatan manusia belaka. Golongan kedua, klasifikasi rasional merupakan klasifikasi yang betuk-betuk mempunyai hubungan langsung dengan makhluk yang digolongkan, dengan menggunakan ciri yang dimiliki makhluk tadi sebagai dasarnya.
Pada dasarnya terdapat lima macam klasifikasi rasional, yaitu klasifikasi-klasifikasi praktis, klasik, fenetik, filogenetika. Klasifikasi praktis seringkali dinamakan klasifikasi khusus sebab diadakan hanya untuk memenuhi keperluan-keperluan tertentu. Klasifikasi klasik, fenetik dan filogenetika seringkali berpautan satu sama lainnya sehingga batas perbedaan diantaranya kadang-kadang tidak jelas.






1 comment:

  1. salam kenal radiansyah hadi chandra... minta penjelasannya lg dong mengenai artefakta hewan sebagai sumber ciri taksonomi.... terima kasih.

    ReplyDelete