Warna
saja tak cukup Agak sulit Mengenai jamur yang mengandung racun atau
tidak.Pembedaan berdasarkan warna dan bentuknya saja tak cukup. Karena itu
berhati – hati dan jauh lebih baik. Berikut beberapa ciri umum yang
membedakan jamur beracun atau tidak beracun.
Jamur beracun biasanya memiliki
warna mencolok,seperti merah darah,hitam legam,atau biru tua.Namun,ini tak
lantas berarti jamur berwarna kuning muda atau putih selalu pasti bebas
racun.
Jamur racun biasanya mempunyai
cincin atau cawan.Tetapi khususnya untuk beberapa jamur itu tak berlaku
seperti pada jamur merang yang memiliki cawan dan campignon,seperti
payung,yang bercincin.
Bau jamur yang beracun selalu
menusuk,bisa seperti bau telor busuk atau bau amonjak.
Jamur beracun bisanya tumbuh di
tempat yang kotor.
Jamur beracun cepat menimbulkan
karat pada pisau yang dipakai mengeratnya. Namun jika pisau yang dipakai
terbuat dari perak,warna hitam atau biru tua akan segera muncul.
Jamur beracun berubah warna
dengan cepat pada waktu pemanasan dan pemasakan.
Sekarang
bagaimana jika kita keracunan? gejala apa yang akan timbul?
Sakit pada bagian perut
Wajah pucat
Berkeringat dingin
Mual – mual,bajkan muntah
Tubuh lemas terkadang disertai
kejang – kejang
Bibir kering
Mata berkunang – kunang
Pingsan,bahkan meninggal
Cara
penanganan :
Jangan banyak bergerak
Minum air putih sebanyak –
banyaknya untuk mencegah dehidrasi
Bilamana
mengamati lingkungan sekitar kita dengan seksama maka kita akan sadar bahwa di
lingkungan kita terdapat bermacam-macam benda, seperti batu, air, pohon, dan
burung. Dari macam benda yang kita lihat tersebut, sadarlah kita bahwa manusia
di dunia ini tidak hidup sendiri tetapi selalu ditemani oleh benda-benda di
sekitar kita. Benda-benda di alam lingkungan kita dapat dibedakan menjadi dua
kompenen utama dari suatu ekosistem, yaitu ekosistem biotic (benda
hidup/living) dan ekosistem abiotik (benda mati/nonliving).
Ekosistem Abiotik
Dalam suatu
komponen ekosistem abiotik, terdapat suatu komponen ekosistem yang berpengaruh
besar terhadap ekosistem itu sendiri. Pengaruh tesebut antara lain terjadinya
perubahan cuaca, bencana alam, kekeringan dan banjir, yang semuanya diakibatkan
oleh perubahan factor-faktor dalam ekosistem itu sendiri. Ada
dua faktor utama dalam system abiotik yaitu faktor fisik dan faktor kimiawi.
Faktor fisik
yang berpengaruh besar terhadap ekosistem ialah:
1.Sinar matahari dan awan
2.Suhu rata-rata dan frekuensi suhu
3.Rata-rata presipitasi (hujan) dan distribusinya
sepanjang tahun
4.Angin
5.Latitude (jarak dari khatulistiwa)
6.Altitude (tinggi dari permukaan laut)
7.Kondisi tanah secara alami (eksistem darat)
8.Kebakaran (ekosistem darat)
9.Arus laut (ekosistem air)
10.Jumlah endapat padatan (ekosistem air)
Adapun faktor
kimiawi yang berpengaruh terhadap ekosistem ialah:
1.Kandungan air dan oksigen di dalam tanah
2.Kandungan unsure nutrisi tanaman yang larut
dalam kelembaban tanah (untuk ekosistem darat) dan dalam air (untuk ekosistem
air)
3.Kadar garam dalam air (ekosistem air)
4.Kandungan oksigen terlarut (ekosistem air)
Dari bermacam faktor di atas jelaslah
bahwa suatu ekosistem sangat diperngaruhi oleh kondisi factor alamiah dalam
lingkungan ekosistem itu sendiri. Faktor-faktor tersebut selalu diawaspadai
untuk mencegah atau menghindari bencana yang terjadi setiap waktu terhadap
manusia atau makhluk hidup lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut.
Ekosistem Biotik
Dalam komponen ekosistem biotic,
terdapat bermacam-macam jenis dan spesies makhluk hidup di darat dan air. Oleh
karena itu dalam suatu system ekologi, komponen biotic diklasifikasikan dalam
dua bentuk, yaitu produsen dan konsumen. Klasifikasi tersebut
didasarkan atas bagaimana mereka memperoleh makanan atau unsure nutrisi organic
untuk mempertahankan kehidupan mereka.
Produsen
Makhluk hidup yang tergolong produsen
ini biasanya juga disebut autrotof:
kelompok organism yang dapat memproduksi senyawa organic yang mereka perlukan,
sebagai unsure nutrisi dari bahan senyawa anorganik yang diperoleh dari
lingkungan sekitarnya. Pada kebanyakan ekosistem darat, tanaman hijauan
termasuk dalam kategori produsen. Sedangkan pada ekosistem air, fitoplankton merupakan produsen yang
terdiri dari bemacam spesies dari jenis bakteri sampai protozoa. Kelompok
produsen ini ialah kelompok organism yang dapat membuat makanan untuk dirinya
sendiri. Kelompok organisme, selain produsen ialah kelompok organism konsumen,
yang hidupnnya bergantung secarra langsung ataupun tidak langsung pada makanan
yang disediakan oleh produsen.
Hampir semua produsen membuat nutrisi
organikyang mereka perlukan melaliu
fotosintesis. Proses tersebut dilakukan dengan jalan menyerap nergi dari sinar
matahari yang diguakan untuk reaksi karbon dioksida (CO2) dengan air
(H2O). karbon dioksida didapat dari udara (ekosistem darat) dan air
(ekosistem air), sedangkan air didapat dari tanah atau air sekitarnya
(ekosistem darat). Hasil proses reaksi kimiawai tersebut ialah karbohidrat (C6H12O6)
dan unsur nutrisi lain.
Dari proses tersebut
terlihat bahwa energy radiasi dari sinar matahari diubah menjadi energy kimia
yang disimpan sebagai glukosa dan usnur nutrisi lain dalam tanaman. Produsen
juga menyimpan unsure nutrisi lain, termasuk nitrogen dan fosfor dari bahan
yang larut dalam air yang mereka peroleh dari lingkungannya. Beberapa organism
produsen terutama jnies bakteri dapat mengambil bahan inorgnik dari
lingkungannya dan mengubahnya menjadi bentuk organic tanpa hadirnya matahari.
Proses tersebut dinamakan kemosintesis.
Misalnya dalam lingkungan yang gelap di darerah dasar laut dalam. Beberapa
jenis bakteri melakukan kemosintesis dengan jalan mengubah bahan inorganic
hydrogen sulfide (H2S) menjadi nutrisi organic yang digunakan
bakteri dan organisme lain memakannya.
Konsumen
Organism lain dalam
suatu ekosistem diklasifikasikan sebagai konsumen atau heterotrof. Kelompok organism ini tidak dapat mensintesis nutrisi
organic yang mereka perlukan; mereka memperoleh nutrisi organic dengan jalan
memakan produsen atau konsumen lain.
Toleransi
Spesies Terhadap Faktor Abiotik
Suatu spesies
organism tidak dapat hidup tersebar dimana-mana, karena spesirs tersbut
mempunyai batas toleransi tertentu terhadap suatu variasi kondisi fisik kimia
tertentu. Pada setiap individu hewan dalam satu poulasi dapat terjadi perbedaan
toleransi karena adanaya perbedaan genetic, umur, dan status kesehatan.
Misalnya perbedaan daya tahan terhadap panas atau toksik kimiawi satu individu
ikan, akan berbeda dengan individu lainnya dalam satu populasi.
Keberadaan atau
banyaknya populasi dan distribusi dari suatu spesies organisme dalam suatu
ekosistem bergantung pada daya toleransi spesies tersebut terhadap satu atau
beberapa factor kondisi fisik ataupun kimiawi dalam ekosistem. Penyesuaian diri
teradap kondisi lingkungan yang baru tersebut dinamakan aklimatisasi yang digunakan sebagai alat pencegahan dari pengaruh
negatif terhadap factor fisik atau kimia dalam lingkungan yang baru. Proses
aklimatisasi tersebut tidak mempunyai evolusi adaptasi sehingga proses tersebut
tidak dapat diturunkan ke genarai berikutnya.
Suatu factor kimia
dapat berpengaruh terhadap perubahan factor fisik dalam ekosistem abiotik,
begitu juga sebaliknya, misalnya pemanasan global karena timbulnya lubang ozon
yang diakibatkan oleh reaksi kimiawi antara Cl dan O3, sehingga ozon
diubah menjadi O2, yang mengakibatkan jumlah O3 di
atmosfer berkurang.
Apa
itu perubahan iklim dan pemanasan global?
Komposisi
kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas
rumah kaca – terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring
panas dari gas tersebut tidak berfungsi. Energi dari matahari memacu cuaca dan
iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya bumi mengembalikan energi
tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon dioksida dan
gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti
rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari
yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada.
Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih
nyaman sekitar 60°F/15°C. Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai
gas rumah kaca pada atmosfer bertambah.
Sejak awal
revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah
mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat
bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas
pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran
bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari
bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
Perubahan
Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21.
Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam setudi mutakhir memperlihatkan
bahwamasalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan
manusia. Pemasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya.
Sebagian besar setudi tentang perubahan iklim sepakat bahwa sekarang kita
menghadapi bertambahnya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa
perubahan iklim mungkin sudah terjadi sekarang. Pada bulan Desember 1977 dan
Desember 2000,Mengenai Perubahan Iklim,
badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan, mengajukan sejumlah pandangan mengenai
realitas sekarang ini:
1.Bencana-bencana alam yang lebih sering dan
dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin topan, siklon dan kekeringan akan
terus terjadi. Bencana badai besar terjadi empat kali lebih besar sejak tahun
1960.
2.Suhu global meningkat sekitar 5 derajat C
(10 derajat F) sampai abad berikut, tetapi di sejumlah tempat dapat lebih
tinggi dari itu. Permukaan es di kutub utara makin tipis.
3.Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon
dari pohon-pohon, juga menghilangkan kemampuan untuk menyerap karbon. 20% emisi
karbon disebabkan oleh tindakan manusia dan memacu perubahan ilim.
4.Sejak Perang Dunia II jumlah kendaraan
motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680 juta; kendaraan motor
termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya emisi carbon dioksida
pada atmosfer.
5.Selama 50 tahun kita telah menggunakan sekurang-kurangnya
setengah dari sumber energy yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50%
dari hutan dunia.
Apa
yang menyebabkan pemanasan global?
Pemansan
global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas
rumah kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan
manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama
adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara,
minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat
dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan
oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon
seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang
dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan,
asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring
banyak panas dari matahari.
Sementara
lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi
“atap” sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah
akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti
mempercepat pemanasan global.
Sepanjang
seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar
70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut
berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang
mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk
keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energy yang tak dapat
habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang
dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun
miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan
investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir.
Penggundulan
hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah
sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi
kesuburan tanah. Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan
nyata untuk menstabilkan tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera
mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50%.
Pengaruh
Lobang Ozon Terhadap Kehidupan
Dengan berkurangnya
lapisan ozon dalam stratosfer, maka radiasi sinar ultraviolet lebih banyak
sampai ke permukaan bumi. Badan Proteksi Lingkungan (EPA) memperkirakan 5% ozon
yang berkurang akan dapat menyebabkan gangguan pada makhluk hidup sebagai
berikut:
a.Lebih banyak kanker sel basal dan sel squamous,
tetapi akan cepat sembuh apabila cepat diobati.
b.Lebih banyak kasus kanker kulit melanoma yang
seiring berakibat fatal dan menyebabkan kematian tiap tahun
c.Menaikkan kasus katarak pada mata, kulit
terbakar matahari dan kanker mata pada sapi
d.Menghambat daya tahan tubuh (imunitas) pada
manusia sehingga lebih mudah terinfeksi penyakit
e.Peningkatan kasus kerusakan pada mata akibat
asap fotokimia
f.Penurunan produksi tanaman pangan seperti beras,
jagung, dan kedelai.
g.Kerugian mencapai 2 miliar dolar per tahun
karena pemakaran plastic dan material polimer.
h.Kenaikan suhu udara (perngaruh gas rumah kaca)
karena terjadi perubahan iklim, penurunan produksi pertanian, dan kematian
hewan liar yang dilindungi.
Pengaruhnya Terhadap
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Apabila diamatai sejanak, iklim yang
panas akan terasa tidak mengenakkan bagi keidupan. Tetapi kondisi panas
tersebut dapat menaikkan produksi tanaman pangan mencapatii 60-80% di beberapa
daerah karena lebih banyak CO2 di dalam atmosfer yang dapat
menaikkan laju fotosintesis. Kenaikan suhu dalam troposfer dapat menyebabkan
pendingan dalam lapisan stratosfer, sehingga kondisi tersebut dapat menyebabkan
reaksi perusakan ozon secara perlahan. Selain itu. Akan banyak terjadi kerugian
karena pemanasan global akan menaikkan penggunaan pendingin ruangan. Produksi
tanaman pangan akan banyak terserang hama
serangga karena dalam kondisi panas serangga dapat cepat berkembang biak.
Kondisi panas akan dapat menaikkan laju penguapan pada tanaman, sehingga
tanaman sangat memerlukan ketersediaan air cukup. Air dalam tanah akan menguap
dan sulit untuk ditanami tanaman produksi pangan.
Kenaikan suhu udara rata-rata 4oC
akan dapat mengubah pergantian musim, sehingga musim penghujan berkurang,
timbul angin kencang dan arus gelombang pasang. Bencana banjir terjadi dimusim
hujan dan begitu sebaliknya terjadi kekeringan dimusim kering yang
berkepanjangan. Tanah yang subur akan berubah menjadi tanah yang tandus, danau
mulai mongering dan bencana kekeringan dan kelaparan akan segera meluas.
Beberapa penelitan dengan menggunakan model menunjukkan bahwa kenaikan suhu
atmosfer rata-rata 4oC dapat menaikan permukaan air laut 0,5 sampai 1,5 m selama 50 sampai 100 tahun dengan
asumsi bahwa es dikutub tidak mencair. Tetapi es di kutub terjadi pencairan,
kenaikan permukaan air laut akan lebih tinggi lagi. Akibatnya akan dapat
menenggelamkan sepertiga dari permukaan bumi terutama daerah yang rendah. Hal
seperti ini telah terjadi pada masa berakhirnya zaman es pada 120.000 tahun
yang lalu ketika permukaan air laut naik sampai 6 m.
Upaya Mencegah
terjadinya Pemanasan Global
Tanda-tanda pemanasan global sebetulnya
sudah mulai terasa pada kurun waktu belakangan ini. Dari hal tersebut
diakibatkan oleh beberapa hal yang terlihat nyata dalam kehidupan kita.
Misalnya kenaikan harga dari beberapa jenis makanan yang diakibatkan dari
terbatasnya lahan yang dapat ditanami setelah bencana banjir dan kekeringan. Kualitas
juga menurun dan terjadi perubahan musim yang tidak menentu.
Pada dasarnya ada dua pilihan dalam
memperlambat terjadinya pemanasan global ini, yaitu; a) pengurangan pembangunan
rumah kaca, dan b) penggantian bahan bakar minyak dengan bahan alternative
lainnya. Beberapa cara yang harus dilakukan untuk menghambat pemanasan global
ialah:
a.Penghentian emisi CFC dan halon
b.Pengurangan penggunaan bahan kabar minyak
sedikitnya 20% sampai tahun 2000 dan 50% sampai tahun 2015, dengan jalan
pembarian pajak yang tinggi terhadap minyak bumi dengan mengganti bahan
alternative pengganti lainnya, serta penggunaan bahan yang efisien dan irit.
c.Pengurangan penggunaan energy batubara, yang
dpat menymbangkan polusi CO2 sampai 60% per unit produksi dengan
cara mengganti penggunaan batu bara dengan gas alam dalam pembangkit tenaga
listrik
d.Penggunaan filter atau scrubber untuk menyaring
CO2 dari asap buangan pabrik ataupun pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan bahan bakar batu bara.
e.Produksi mobil yang irit bahan bakar ditingkatkan
sehingga emisi CO2 yang terbuang juga sedikit
f.Peningkatan penggunaan energy matahari, angin,
dan panas bumi
g.Peningkatan penggunaan gas alam sebagai
pengganti minyak bumi untuk energy dalam masa transisi
h.Penebangan hutan harus dikurangi dan penanaman
pohon sebagai pengganti (reboisasi) ditingkatkan
i.Penurunan jumlah kelahiran dalam keluarga
berencana.
Dalam beberapa hal tersebut banyak
pengamat lingkungan meragukan kesediaan beberapa Negara untuk menyetujui
alternative tersebut, terutama dalam penggunaan minyak bumi dan penebangan
hutan. Dari dua hal tesbut beberapa Negara memperoleh pendapatan yang xukup
besar untuk memperbaiki system perekonomiannya. Pembatasan penggunaan minyak
bumi secara ketat dengan tidak memperhatikan bagaimana pengaruhnya terhadap
kulatias lingkuanga dalam jangka panjang dan terhadap petimbangan ekonomi, akan
menyebabkan gangguan sosial ekonomi dalam suatu Negara dalam jangka waktu
pendek, sehingga banyak Negara penghasil minyak tidak dapat menerimanya. Dari
hal tersebut jalan keluarnya ialah pada saat mulai dilakukannya pengurangan
penggunaan bahan bakar minyak dan penebangan hutan, maka pada saat itu juga
perlu dilakukan usaha yang konkret sebagai alternative menghadapi pemanasan
global. Beberapa ahli menyarankan langkah sebagai berikut:
1.Penelitian yang intensif terhadap penanaman
tanaman pangan yang tahan terhadap kondisi miskin air dan tanaman pangan yang
tahan terhadap air berkadar garam tinggi.
2.Membangun bendungan yang dapat menahan daerah
pantai terhadap pasang air laut, seperti yang dilakukan di Negara Belanda.
3.Menghentikan konstruksi di daerah pantai yang
landai
4.Memindahkan pembuangan tangki bahan beracun di
dekat pantai ke daerah lain yang jauh dari pantai.
5.Menimbun persediaan makanan yang cukup untuk
kurun waktu yang lama
6.Memperluas daerah konservasi pantai untuk
kehidupan satwa liar dan membuat daerah baru untuk konservasi sumber daya alam.
Membuat rencana tersebut dan
merealisasikannya akan memakan waktu yang lama, mungkin lebih dari 20 tahun dan
memerlukan biaya yang sangat besar.
►Hubungan antar cabang (interdisiplin) ilmu seperti yang disebutkan di
slide sebelumnya, dapat dilihat pada fenomena yang terjadi
►Sampai abad ke 13 di London
khususnya, Inggris umumnya, terdapat sejenis belalang yang badan dan sayapnya
berwarna putih namanya Locusta alba, dan hal serupa juga pernah terjadi di Indonesia
►Belalang ini hinggap pada dinding dinding bangunan, yang pada saat itu
berwarna putih
►Dengan melaksanakan mimicryseperti, belalang putih tidak terlihat dengan jelas oleh burung
pemangsanya
►Pada abad ke 20 saat pemakaian batubara untuk pembangkit listrik tenaga
uap (pltu) dan kegiatan industri meningkat pesat, pencemaran di kota London
mencapai puncaknya. Udara yang tercemar itu mengandung belangkin atau ter (tar),
yaitu butiran arang yang amat kecil sekitar satu mikrometer (0,001 mm) yang bercampur air (Kupcella & Hyland, 1990)
►Zat pencemar tersebut telah merubah warna dinding bangunan dari putih
menjadi abu abu bahkan ada yang hitam
►Ternyata apabila dicermati ada
jenis belalang lain yang warnanya tidak putih seperti pada awal abad ke 13 dulu
yang warnanya berubah dari putih menjadi abu abu atau hitam, selanjutnya
dinamai Locusta grisea dan Locusta nigrita
►Terlihat bahwa warna yang merupakan salah satu ciri morfologi telah
berubah
►Bersamaan dengan perubahan morfologi ini telah merubah pula nama belalang
atau telah terjadi perubahan dalam taksonomi
►Perubahan yang berlangsung perlahan dari abad 13 sampai abad 20 atau
sekitar 700 tahun itu disebut pula sebagai evolusi
►Uraian tersebut di atas memperlihatkan keterkaitan atau hubungan antar
ilmu ilmu biosains
b. Hubungan antar ilmu ilmu
fisikosains:
Kegiatan pertambangan yang mengambil bahan mineral dari dalam tanah
menggunakan pengetahuan geologi pertambangan. Pada pertambangan emas, tembaga,
dan perak oleh PT, Freeport Indonesia (PTFI) umpamanya, galian tersebut
mengandung limbah yang disebut tailing. TailingPTFI dibuang ke sungai aykwa yang
menimbulkan pencemaran perairan (Anonimus, 1998)
►Kerusakan ekosistem ini menimbulkan masalah lingkungan apabila dikaji
dari sudut pengetahuan hidrologi
►Terlihat dari kejadian di atas seolah terkait pula antara sesama
pengetahuan fisikosains, dalam hal ini antara geologi dan hidrologi
►Jika dikaji lebih dalam ternyata lingkungan perairan yang tercemar dapat
mempengaruhi biota yang hidup didalamnya, misalnya ikan
►Apabila air yang jernih menjadi tercemar maka ikan mas yang semula
berwarna merah akan berubah menjadi pucat atau kuning keputihan (Tandjung,
1994)
►Konsep ekologi, hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya
terlihat pada fenomena di atas
►Jadi organisme dipelajari melalui biosains atauilmu lingkungan kehayatan, habitat dikaji dengan
fisikosains atau ilmu lingkungan kebendaan
Lingkungan Hidup (UUPLH
No.23 tahun 1997):
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahkluk, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
mahkluk hidup lainnya
Dengan demikian lingkungan hidup (live environment) disusun oleh tiga
komponen atau abc environment yang
meliputi:
A (Abiotic environment)
atau lingkungan fisik yang terdiri dari unsur –unsur air, udara, lahan dan
energi serta bahan mineral yang terkandung didalamnya
B (Biotic environment)
atau lingkungan hayati yang terdiri dari unsur-unsur hewan, tumbuhan dan
margasatwa lainnya serta bahan baku industri
C (Cultural environment)
atau lingkungan cultural SOSEKBUD / Social Ekonomi BudaYa serta
kesejahteraan
Jadi di dalam
lingkungan hidup terjadi interaksi dan hubungan timbal balik yang dinamis antar
ketiga komponen lingkungan tersebut, seperti berikut ini:
►Udara yang sejuk, segar dan tidak tercemar tentu saja
sangat menyokong kehidupan manusia (C)
►Di negara yang penduduknya telah mempunyai kemampuan
ekonomi yang kuat (C), pembangunan fisik (A) sangat menonjol
►Komponen fisik dan biologi sangat erat hubungannya, dan
fungsinya sebagai tempat tinggal bagi manusia dan sistem sistem sosekbudnya.
Karena itu kedua komponen tersebut digabung menjadi satu komponen dengan nama
biofisik, sebagai satu sistem penyokong kehidupan
Para pelopor lingkungan hidup era 1970-an di Indonesia berharap agar kontroversi yang telah lama berlangsung mengenai pembangunan (termasuk upaya penanggulangan kemiskinan) dan pelestarian lingkungan hidup akan lenyap dengan makin meningkatnya kesadaran berlingkungan. Di antara mereka yang paling pesimis pun yakin bahwa dalam waktu 20 tahun kontroversi ini akan berakhir (terutama pada tingkat pengambilan keputusan).
Namun, nyatanya 35 tahun kemudian kontroversi ini masih berlangsung juga. Kerusakan lingkungan adalah menurunnya kualitas lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak dapat lagi berfungsi dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan. Fungsi-fungsi lingkungan ini secara langsung maupun tak langsung semuanya dipandang dari segi mendukung kepentingan hidup manusia, baik fungsi ekonomis, ekologis, sosial, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kerusakan lingkungan merupakan kerugian bagi manusia. Maka pelestarian lingkungan logikanya adalah berbanding searah dengan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, suatu kasus pencemaran air sumur di sebuah pemukiman di Surabaya. Masyarakat setempat harus membeli air untuk kepentingan sehari-hari, padahal sebelumnya mereka mendapatkan air secara gratis dari sumur-sumur miliknya sendiri. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli air rata-rata sekitar 20% dari pendapatan mereka. Ini berarti daya beli mereka menurun 20%. Dengan demikian, jelas bahwa kerusakan lingkungan berbanding terbalik dengan kesejahteraan manusia. Kasus di atas tadi belum meliputi kepentingan antar generasi. Dalam kasus-kasus lainnya, walaupun kerusakan yang berlangsung saat ini belum sempat merugikan generasi saat ini, tetapi pada akhirnya akan terjadi kelangkaan sumber daya alam yang menurunkan potensi kesejahteraan generasi-generasi mendatang.
Mereka yang menentang logika ini berpendapat bahwa jalan pikiran seperti itu bersifat “teoretis” dan tidak sesuai dengan “kehidupan nyata”. Pada kenyataannya, menurut pandangan ini, kewajiban untuk tetap melestarikan lingkungan akan meningkatkan biaya produksi, dan akibatnya adalah masyarakat harus membayar lebih untuk membeli produk-produk tersebut.
Demikian pula, karena biaya produksi lebih tinggi, maka perhatian kepada lingkungan akan melemahkan daya saing. Harga produksi yang lebih tinggi mempengaruhi daya beli, sementara melemahnya daya saing mempengaruhi penyediaan kesempatan kerja. Maka menurut logika ini, perhatian kepada lingkungan justru akan menyebabkan meningkatnya kemiskinan. Tetapi, betulkah cara berpikir dengan logika ini?
EKONOMI VERSUS LINGKUNGAN?
Logika tersebut di atas memang sering sekali dijadikan “tema” dalam konflik lingkungan hidup. Maka berkembanglah istilah “ekonomi versus lingkungan” yang membuat orang semakin ragu-ragu dalam mengambil keputusan melestarikan lingkungan hidup. Memang pengelolaan lingkungan penuh dengan konflik. Tetapi benarkah konflik ini sebenarnya adalah konflik antara kepentingan ekonomi dan kepentingan pelestarian lingkungan?
Hampir semua konflik dalam pengelolaan lingkungan menyangkut pilihan antara rencana suatu kegiatan proyek atau kebijakan yang dibutuhkan dibandingkan dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul sehingga merugikan manusia. Sebagai contoh, penggunaan lahan untuk kegiatan tambang Golongan C; pembangunan pabrik di lingkungan yang rentan; pembangunan jalan menembus hutan; penambangan di kawasan penyimpanan air; dan lain sebagainya. Bila ditilik lebih dalam, konflik yang ada sebenarnya adalah konflik antara sekelompok kecil orang demi kepentingan diri atau kepentingan kelompok dalam jangka pendek, melawan kepentingan orang banyak dalam jangka panjang. Dalam konflik semacam ini, karena kelompok kecil dengan sumber daya kuat kepentingan umum pun akhirnya dikalahkan. Pada akhir proyek, masyarakat menderita karena lingkungannya rusak. berhadapan dengan kepentingan orang banyak yang lemah, maka.
Beberapa hal juga perlu kita teliti lebih lanjut dalam menghadapi kontroversi kewajiban pabrik untuk mengolah limbah yang menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga selanjutnya menurunkan daya saing produksi. Pertama, jika produsen tidak mengolah limbahnya, tidak berarti biaya yang timbul karena limbah/ emisi yang dihasilkan menjadi “hilang”. Biaya yang tidak dikeluarkan oleh produsen hanya dialihkan kepada orang-orang yang hidup di sekitarnya dalam bentuk gangguan kesehatan, kelangkaan air, gangguan saluran pernapasan, dan sebagainya. Pada akhirnya ini menjadi masalah keadilan. Apakah biaya lingkungan harus dipikul oleh produsen/konsumen barang, atau oleh orang-orang yang hidup di sekitar pabrik yang tidak mendapatkan manfaat dari kegiatan produksi di lokasinya?
Kedua, biaya lingkungan dari kegiatan produksi jumlahnya tidak terlalu besar sehingga mempengaruhi daya saing. Ketika para produsen ditanya, misalnya tentang biaya pengolahan limbah relatif terhadap biaya produksi industri tekstil (pencelupan), jawabannya selalu berkisar antara 20% - 40% dari biaya produksi. Sebuah survey menunjukkan bahwa biaya yang keluar untuk pengolahan limbah yang benar (memenuhi ketentuan peraturan) adalah sekitar 2%. Kenaikan 2% ini terlalu kecil untuk mempengaruhi daya saing. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak benar bahwa upaya pelestarian lingkungan menimbulkan biaya produksi tinggi sehingga dapat meningkatkan kemiskinan.
Apa yang banyak terjadi di berbagai negara berkembang, khususnya Indonesia pada era tahun-tahun 1980-an dan 1990-an, adalah adanya peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan secara umum, yang kemudian disertai dengan percepatan terjadinya kerusakan lingkungan. Apakah kejadian ini menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya bersifat bertentangan arah? Untuk menjawabnya, perlu kita perhatikan situasi ekonomi Indonesia pada kurun waktu tersebut. Scientific American (1989) misalnya menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia pada saat itu ditentukan oleh kegiatan-kegiatan yang bersumber pada sumber daya alam (mencapai 79%). Ekonomi yang bertumpu kepada eksploitasi sumber daya alam ini sangat berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup. Kenaikan tingkat hidup serta penurunan tingkat kemiskinan yang didorong oleh ekspolitasi sumber daya alam ini dengan sendirinya bukan saja mengurangi cadangan sumber daya alam tetapi juga merusak lingkungan. Dampak dari kerusakan lingkungan ini baru terjadi pada generasi berikutnya, ketika sumber daya alam yang semakin langka tidak mampu lagi menunjang pembangunan.
Lingkungan hidup yang rusak juga tidak mampu menunjang kehidupan. Jadi, kenaikan kesejahteraan dengan merusak lingkungan bukannya tidak mungkin terjadi. Hanya saja, peningkatan kesejahteraan yang terjadi bersifat sementara, tidak berkelanjutan, dan dampaknya di kemudian hari justru negatif.
Laju pembangunan yang makin meningkat, diiringi dengan pertambahan penduduk dunia yang sangat cepat, telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Ekosistem air yang merupakan bagian dari sumber daya alam juga tidak luput dari segala dampak negatif yang ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan tersebut.
Banyak orang yang beranggapan bahwa persediaan air tawar di planet bumi ini tidak terbatas, dan menggunakan air seakan-akan air tidak akan pernah habis. Seperti kita ketahui bersama bahwa lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem kita dapat membedakan air tawar, air laut, dan air payau. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian yang terbesar, yaitu lebih dari 97%. Jumlah keseluruhan air yang terdapat di planet bumi adalah sekitar 1,4 miliar kilometer kubik. Dari jumlah tersebut volume air tawar hanya berkisar 36 juta kilometer kubik atau hanya sekitar 2,6%.
Sebagian besar dari volume air tawar tersebut terdapat dalam bentuk es kutub, gletser di pegunungan, air tanah, dan air di atmosfer, sehingga dari perhitungan para ahli hanya tersedia sekitar 34.000 kilometer kubik yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan makhluk hidup lain. Keseluruhan air di bumi terdapat dalam suatu siklus hidrologi yaitu sebuah proses sirkulasi air dari bumi ke atmosfer dan sebaliknya.
EKOSISTEM DANAU TOBA
Danau Toba yang merupakan suatu ekosistem air telah banyak mengalami perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia yang terdapat di sekitarnya. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih kurang 1.100 kilometer persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer kubik, merupakan danau yang paling luas di Indonesia.
Danau ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budi daya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-gura dan Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi oligotrofik Danau Toba menyebabkan daya dukung danau untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan bentos sangat terbatas. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di beberapa kawasan Danau Toba menunjukkan bahwa populasi plankton dan bentos di Danau Toba adalah rendah (Barus et al., 1998, 1999). Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu plankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem danau.
Dengan demikian maka dapat dimaklumi bahwa keanekargaman ikan di Danau Toba juga tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan bahwa sumber nutrisi utama ikan secara alamiah umumnya adalah berbagai jenis plankton dan bentos tersebut. Dari beberapa hasil penelitian di Danau Toba, dijumpai 14 spesies ikan. Informasi yang diperoleh dari nelayan setempat bahwa jenis ikan yang akhir-akhir ini sering didapat adalah ikan mujahir (Tilapia mossambica), ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan seribu (Lebistes reticulates), ikan gurami (Osphronemus goramy), ikan sepat (Trichogaster trichopterus), ikan gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias batrachus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan nila.
Selain itu terdapat satu jenis ikan endemik yaitu ikan yang hanya terdapat di Danau Toba yang disebut sebagai ikan batak atau “ihan” (Neolissochillus thienemanni). Jenis ikan ini berdasarkan kriteria IUCN (International Union for the Conservation of Nature) sudah diklasifikasikan sebagai terancam punah (endangered). Jenis ikan ini dahulu sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat, tetapi kini masyarakat yang tinggal di sekitar danau sudah sangat sulit untuk menemukan ikan tersebut.
Dalam
buku-buku dan risalah-risalah ilmiah lainnya orang sering mencampurkan dan
memertukarkan pengertian istilah-istilah klasifikasi, taksonomi, dan
sistematika. Dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai ada kecenderungan untuk
memberikan pengertian tersendiri bagi masing-masing istilah tadi jadi sekarang
orang tidak lagi memertukarkan istilah-istilah itu. Menurut pengertian baru
ini, taksonomi ialah ilmu tentang
teori-teori klasifikasi, pencirian, dan penamaan. Jadi kegiatan taksonomi itu
mencakup dasar-dasar pencirian, tata cara pengenalan dan hukum-hukum penamaan,
serta asas-asas pengaturan makhluk dalam golongan atau satuan kelasnya secara
ideal. Berlaian dengan klasifikasi,
taksonomi sudah sering diartikan sebagai teori dan praktek klasifikasi dan
bukan hasil akhirnya, yaitu sistem
klasifikasi. Dengan sendirinya pengetahuan tentang seluk-beluk penamaan,
pencirian, dan penggolongan saja – jadi taksonomi semata – belumlah dapat
menerangkan sebab musabab dan asal usul sampai terjadinya suatu bentuk
pengaturan seperti yang dituangkan dalam suatu sistem klasifikasi. Untuk itu
orang lalu melakukan kegiatan pengajian kekerabatan dan keanekaragaman melalui taksonomi pencobaan atau biosistematika,
sedangkan hubungan evolusi makhluk dialami oleh Filogenetika.
Gabungan antara taksonomi dan biosistematika serta
filogenetika inilah yang sekarang merupakan wilayah sistematika biologi.
Dengan
demikian sistematika biologi itu dapat didefinisikan sebagai ilmu yang secara
ilmiah memelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman makhluk serta sejarah
hubungan kekerabatan evolusi yang ada di sekitar mereka.
1.PENCIRIAN
Pertelaan
atau deskripsi yaitu pemaparan atau menguraikan suatu batasan atau ruang
lingkup dan ciri-ciri suatu takson dengan suatu pelukisan atau penggambaran
terperinci yang menggunakan kata dan istilah serta terkadang dilengkapi pula
dengan ilustrasi. Dengan kata lain pertelaan simpulan dan perwujudan pencirian
suatu takson.
Pencirian
pada umumnya berupa ciri (character) dan sifat ciri (character state) yang
diperinci, dianalisis, disintesis, dan semuanya lalu disajikan sebagai bukti
taksonomi.
Kodrat Ciri Dan Sifat Ciri
Dalam
sistematika biologi, secara umum ciri dapat diartikan sebagai penanda yang
mengacu kepada bentuk, susunan, atau kelakuan makhluk, yang dapat digunakan
untuk membandingkan, mendeterminasi, menginterpretasi, mengelompokkan atau
memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya.
Ciri
merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi umumnya berwjud sesuatu yang dapat
diamati, dihitung, diukur, atau diperlakukan. Oleh karena itu dapat di mengerti
bahwa variasi ciri merupakan al yang paling penting untuk keperluan sistematika
biologi. Variasi ciri pada umumnya biasa di katakan sebagai sifat ciri. Dalam
suatu pertelaan ciri harus dibarengi dengan sifat ciri.
Kemudahan
alam pemberian nilai, orang sering membedakan antara ciri kualitatif dan ciri kuantitatif. Ada atau tidaknya suatu ciri,
duduk daun berhadapan atau berseling, dab perilaku serangga yang giat malam
(nocturnal) atau giat siang (diurnal), adalah contoh dari ciri kualitatif. Ciri yang sifatnya dapat dinilai secara langsung
dengan mengukur panjang, berat, kerapatan, dan lain-lainnya adalah ciri-ciri kuantitatif.
Untuk
keperluan pengklasifikasian umumnya orang menggunakan ciri sntesis, yaitu ciri yang terdapat serba sama dan luas merata
pada seluruh anggota suatu takson yang berperingkat tinggi, tetapi ciri ini
tidak banyak bermanfaat untuk penggolongan takson yang berperingkat rendah.
Untuk
keperluan pendeterminasian dan pembatasan takson umumnya orang menggunakan ciri diagnosis, ciri kunci atau ciri
analisis. Ciri ini mempunyai sifat yang terdapat terbatas dan khas karena
dipilihkan dari ciri yang mempunyai kisaran variasi yang bermacam-macam
polanya. Karena terbatasnya persebaran dan besarnya ketidaksamaan variasi
ciri-ciri analisis, sukar untuk dipakai sebagai ciri untuk mempersatukan atau
menyintesiskan takson yang berperingkat tinggi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ciri yang baik untuk keperluan
sistematika biologi haruslah tidak mudah terpengaruh terhadap faktor
lingkungan, variasinya konsisten dan berkorelasi dengan ciri-ciri lainnya,
serta tidak udah termodifikasi oleh perubahan segresi atau rekombinasi faktor
genetik yang sederhana.
Untuk
lebih mudah dipahami dan dihayati jika disadari bahwa ciri dapat didefinisikan
sebagai “........... bentuk asli ditambah dengan semua modifikasi
yang terjadi kemudian .......”. Defenisi
ini menyiratkan bahwa memang terjadi suatu transisi dari satu sifat ciri ke
sifat ciri lainnya. Untuk memastikan itu maka dianggap perlu melakukan
suatu polarisasi sifat ciri, dengan jalan membedakan sifat ciri yang merupakan
bentuk leluhurnya atau Plesiomorf
(primitif), dan bentuk turunan atau Apomorf
(maju). Dalam kaitan ini, jika dua atau lebih takon menampilkan adanya sifat
ciri plesiomorf serupa, maka sifat ciri ini merupakan Simplesiomorf. Sebalikanya kalau suatu apomorf homolog dimiliki
oleh dua atau lebih sifat ciritakson,
sifat ciri ini dikatakan Sinapomorf.
Penentuan polarisasi sifat ciri ini dipermudah dengan metode outgroup, yaitu dengan membandingkan takson yang
ditangani(kelompok ingroup) dengan
takson kerabat dekatnya yang untk keperluan penilaian lalu dianggap lebih
bersifat primitif.
Karena
corak pendekatannya, dengan sendirinya hanya
sifat ciri yang homolog saja yang harus digunakan dalam analisis, sehingga
kemungkinan terlibatkannya sifat ciri yang analog harus diwaspadai. Sebagaimana
diketahui perubahan sifat ciri tidak
selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, sebab persebaran sifat ciri dalam jajaran takson yang ditangani mungkin
merupakan hasil evolusi yang paralel, atau konvergensi, atau bahkan pembalikan
(reversal) suatu sifat ciri apomorf ke keadaan plesiomorf.
Perubahan-perubahan evolusi yang menyebabkan kesalahan simpulan dalam
penggambaran filogeninya ini secara kolektif di sebut Homoplasi.
Sumber Ciri Untuk Bukti Taksonomi
Ciri
yang dipakai sebagai bukti taksonomi dalam mencirikan, menggolongkan, dan
menamakan makhluk dapat berasal dari seluruh bagian tubuh dan dari semua fase
serta proses pertumbuhan makhluk, antara laian yaitu :
Morfologi. Kriteria morfologi
masih akan terus dipakai sebagai tumpuan utama kegiatan pendeterminasian,
pencirian dan penyusunan sistem klasifikasi yang praktis. Lagi pula ciri-ciri
morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dengan cepat jika
dibandingkan dengan ciri-ciri lainnya. Sayangnya proses perkembangan ciri
mofologi gampang termutasikan sehingga bentuk akhir pengejawantahannya dapat
dipengaruhi oleh faktor non-genetika seperti keadaan kesehatan makhluk, status
gizi dan makananya, umur, lingkungan sekitar, serta tahapan siklus
penangkarannya.
Ontogeni
dan Embriologi. Pengunaan data-data embriologi (ilmu yang mempelajari
perkembangan lembaga sebelum, selama, dan sesudah pembuahan) memang baru terbatas
pada takson berperingkat tinggi. Macam dan susunan kantong lembaga ternyata
mantap dalam sesuatu suku, sehingga dapat membantu penggolongan suku-suku yang
sulit. Data-data embriologi berguna juga sebagai bukti tambahan untuk menentuan
batasan marga dan menyusun sistem klasifikasi yang lebih alamiah.
Warna. Warna seringkali
dimanfaatkan sebagai ciri penyedia bukti taksonomi karena dapat menjadi penanda
untuk identifikasi jenis yang terandalkan. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam
kebanyakan hal, pola warna lebih bermanfaat dibandingkan dengan corak warnanya
sendiri, apalagi karena warna dapat memudar pada spesimen yang diawetkan.
Anatomi dan Ciri Tersembunyi. Ciri anatomi sangat berguna untuk menganalisis hubungan filogenetik.
Pemakaian ciri tersembunyi sebagai bukti taksonomi memang sering menghadirkan
takson tersembunyi (kriptospesies) pula sehingga harus dilakukan dengan penuh
pertimbangan dan kehati-hatian.
Ultrastruktur.
Struktur permukaan renik sekarang dapat ditampilkan oleh SEM (Scanning Electron
Microscop) secara jelas sehingga menambah ciri yang dapat dimanfaatkan sebagai
bukti taksonomi secara lebih meyakinkan. TEM (Transmission Electron Microscop)
memfasilitasi penelaahan ultrastruktur sel yang berpengaruh besar pada
pemecahan masalah taksonomi dan filogenetika sehingga dipercaya akan membantu
perbaikan pemahaman tentang hubungan kekerabatan evolusi makhluk. Dalam
kaitannya dengan pengerahan ciri ultrastruktur untuk keperluan penelaahan
filogenetika, perlu diwaspadai kenyataannya bahwa ciri renik itu sering
bersifat sederhana atau kurang kompleks sehingga hanya dikendalikan oleh
sejumlah gen kecil.
Sitologi. Ukuran kromosom
ternyata mantap untuk setiap jenis. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromosom
tumbuhan monokot mempunyai ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan kromosom
dikot. Dan tumbuhan berkayu kebanyakan mempunyai kromosom berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan kromosom tumbuhan terna yang sekerabat. Jumlah kromosom
semua individu yang tergolong satu jenis umumnya sama, sehingga ciri ini
mempunyai nilai penting. Akan tetapi sampai sekarang baru kira-kira 10% seluruh
tumbuhan yang ada yang sudah diperiksa secara sitologi. Kepentingan nilai
jumlah kromosom sebagai bukti taksonomi disebabkan oleh karena kemantapannya
berkorelasi dengan penggolongan alamiah makhluk. Dengan demikian ciri ini dapat
dipakai sebagai penunjuk untuk membagi-bagi sesuatu takson, asal saja terhadap
ciri lain menguatkannya. Manfaat jumlah kromosom ini umumnya amat terasa pada
takson dibawah suku, terutama pada tingkat jenis peranan ciri kromosom amatlah
menonjol dalam menginterpretasi suatu sistem klasifikasi dan dalam menentukan
kekerabatan serta arah evolusi, menjelaskan mekanisme terjadinya suatu
golongan, menunjukkan adanya reproduksi isolasi dan lain-lain. Data-data ini,
bersama dengan hasil percobaan dalam bidang genetika, morfologi perbandingan
dan ekologi memugkinkan kita memata-matai arah, jalan atau kerja evolusi.
Biokimia. Makin sempurnanya
teknik analisis dengan cara kromatografi kertas dan kromatografi gas telah
membuka horizon baru dalam menggunakan data-data biokimia sebagai bukti
taksonomi. Dengan teknik ini dapatlah diketahui persebaran dan profil
kromatogram senyawa-senyawa fenol, glikosida HCN, alkoloid, minyak dan lemak,
karbohodrat terlarutkan dalam air, asam-asam amino bebas dan sebagainya.
Bergantung kepada kandungan senyawa kimianya, profil kromatogram yang
dihasilkan oleh ekstrak setiap jenis tumbuhan akan berbeda. Sebagai akibatnya
data-data tadi dapat langsung terus dipaergunakan untuk keperluan bukti
taksonomi tanpa terlebih dahulu perlu mendeterminasi susunan senyawa kimianya
sendiri. Dari semua data biokimia senyawa fenol dapat merupakan bukti taksonomi
yang terpenting sebab dapat menjajagi hubungan berbagai golongan tumbuhan yang berkerabat
secara evolusi.
Urutan Molekul.
Urutan nukleotida DNA dan RNA, atau residu asam amino dalam protein pelbagai
makhluk semakin banyak diungkapkan orang. Masalah muncul karena
ketidaknungkinan membedakan homologi dan anlogi untuk setiap posisi dalam urutan
molekul, sehingga homoplasi diduga lebih sering diumpai dibandingkan dengan
ciri yang disediakan morfologi. Persoalan ini yang juga mencuat ke permukaan
adalah kenyataan seringnya dijumpai inkongruensi atau ketidaksesuaian dalam
gambaran simpulan hasil yang diperoleh dari analisis kekerabatan berbasis
pendekatan molekul bila dibandingkan dengan hasil dari pendekatan morfologi.
Hal ini terjadi karena ketidaksamaan kecepatan evolusi pada ciri-ciri yang
diamati.
Artefakta Hewan.
Banyak sekali makhluk yang menhasikan artefakta, yang ternyata sangat berguna
untuk keperluan pencirian guna menyempurnakan pengertian tentang hubungan
filogenetika anggotanya.
Perilaku. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa perkembangan perilaku memang tidak selalu bersifat plastis
sehingga tidak selamanya dapat dianggap sebagai homoplasi. Isolasi genetika
anak jenis dan jenis sanak sering dibarengi dengan perbedaan perilaku. Perilaku
reproduksi juga sangat menentukan, sebab jenis yang giat malan dan kerabatnya
yang giat siang tidak punya peluang luas untuk melakukan perkawinan.
Persebaran Geografi.
Persebaran geografi makhluk memegang peranan penting dalam menentukan apakah
suatu kelompok populasi perlu, diperlukan sebagai suatu jenis tersendiri, atau
cukup dianggap sebagai forma atau varietas, atau sebagai anak jenis daripada
jenis yang lain. Dalam kaitan ini persebaran geografi erat pula hubungannya
dengan faktor ekologi yang menentukan beberapa ciri biologi makhluk yang
bersangkutan. Di samping itu persebaran geografi juga amat berfaedah dalam
mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson-takson tertentu.
Dengan pertolongan peta yang memuat persebaran setiap jenis yang diselidiki,
dapatlah diketahui daerah yang paling banyak jenisnya serta paling besar
variasi ciri-cirinya. Daerah tersebut dikenal sebagai pusat keanekaragaman dan
seringkali merupakan daerah yang dianggap sebagai tempat asal leluhur evolusi
takson-takson itu.
PERTELAAN
Catatan
lengkap pengamatan dan analisis ciri-ciri setiap takson akan dituangkan dalam serangkaian
pertelaan. Salah satu cara untuk menguasai istilah yang banyak ialah dengan
mencoba mempelajari satu jenis makhluk dengan seksama. Makhluk tadi hendaklah
dianalisis sampai susunan morfologi bagian-bagian tubuhnya dipahami sepenuhnya
berikut istilah-istilah yang dpakai orang untuk mengacu sifat-sifatnya.
Kemudian cobalah membuat sendiri pertelaan makhluk itu berdasarkan pola yang
dibakukan, lalu perbandingkan hasilnya dengan pertelaan yang terdapat dalam
pustaka-pustaka yang ada.
Bentuk dan Isi Pertelaan. Mengingat fungsinya yang penting dalam sistematika biologi, isi
pertelaan yang relatif pendek dan haruslah tepat, terperinci dengan lengkap dan
menyeluruh, serta dapat dibandingkan sesamanya. Urutan yang biasa dipakai orang
dalam memertelakan suatu jenis makhluk beserta setiap organnya ialah dari yang umum sampai yang khusus, dari
dasar ke ujung, dari bagian luar ke bagian dalam, dan dari organ secara umum
sampai kepada bagian-bagiannya secara terperinci sendiri-sendiri.
Karena
merupakan definisi suatu takson, pertelaan suatu takson haruslah mencakup
takson-takson di bawahnya. Oleh karena itu semakin
tinggi peringkat suatu takson umumnya semakin pendek pertelaannya. Pertelaan marga itu harus lebih berciri
umum sehingga dapat menampung semua variasi ciri jenis-jenis yang
tergolongke dalamnya.
Diagnosis.
Diagnosis seringkali dipakai pada waktu memerkenalkan suatu takson baru untuk
pertama kali dan umumnya ditempatkan di awal pertelaan. Adakalanya diagnosis
disisipkan dalam pertelaan biasa tetapi ditonjolkan dengan jalan
menggarisbawahi atau mencetak miring ciri-ciri diagnosis itu.
2.PENGGOLONGAN
Takson
atau satuan taksonomi yang dipakai dalam menggolongkan makhluk adalah jenis,
marga, suku, dan seterusnya. Penentuan tingkat takson itu tergantung kepada
besarnya derajat kesamaan ciri yang dimiliki komponen di bawahnya.
Satuan-Satuan Klasifikasi
Penyusunan
sistem klasifikasi biasanya didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang
secara genetika berciri mantap, sehingga faktor lingkungan tidak mempengaruhi
hasil pengklasifikasian itu. Selanjutnya orang mengusahakan dan mencari agar
ciri-ciri yang dipakai mempunyai korelasi satu sama lainnya.
Satuan-satuan Penyususn Jenis. Batasan individu tidak mudah mendefinisikannya tapi kebanyakan ahli
biologi sekarang menyetujui bahwa ciri keautonomian fisiologinya merupakan ciri
utama suatu individu. Jadi pada tumbuhan yang berkoloni dan berkembang biak
secara vegetatif, suatu individu yang baru terbentuk bila terjadi pemisahan
organik antara individu itu dan tetuanya.
Individu
yang menyusun jenis atau bagian-bagiannya secara keseluruhan biasa disebut
populasi. Populasi umumnya didefinisikan
sebagai sekelompok individu yang semacam, mempunyai persamaan-persamaan umum
dan menghuni tempat yang sama pada saat yang bersamaan. Individu-individu
suatu populasi itu akan berkembang biak, saling kawin-mengawini yang bertukar
gen, mati atau pindah, terpecah belah atau menggabung dengan populasi lainnya,
namun ciri dasar populasi itu secara keseluruhan tetap. Karena itu dapatlah
dimengerti mengapa konsep satuan taksonomi yang berdasarkan populasi itu di
anggap konkrit, sebab populasi sendiri dapat dianggap merupakan sesuatu yang
konkrit.
Biotipe
adalah suatu populasi yang individu-individunya mempunyai susunan genotipe yang
sama. Suatu biotipe itu mungkin berciri homozigot atau heterozigot; di alam
biotipe yang berciri homozigot itu jarang dijumpai. Sekalipun tidak merupakan
satuan taksonomi atau takson yang perlu diberi nama ilmiah, biotipe itu penting
dalam sistematika biologi sebab merupakan satuan dasar bagi
penelitian-penelitian genetika populasi dan taksonomi eksperimen atau
biosistematika. Konsep-konsep satuan taksonomi sekarang umumnya disusun
berdasarkan biotipe-biotipe itu. Apomiksis (yaitu populasi yang
terjadi karena apogami atau perkembangbiakan kawin dengan tidak melalui
pembauahan satu individu) dan klon (suatu populasi yang merupakan
keturunan vegetatif daripada suatu individu) adalah macam-macam khusus botipe.
Keduanya mempunyai arti penting tidak saja bagi taksonomi tapi juga untuk
keperluan praktik.
Dalam
suatu populasi jenis, secara sporadik adakalanya terdapat satu atau beberapa
biotipe tanpa pola persebaran tertentu tetapi menunjukkan variasi bentuk yang
jelas berbeda dengan anggota-anggota populasi lainnya. Inilah yang dalam botani
disebut forma, yang seringkali terjadi karena secara kebetulan fakor-faktor gen
resesif terkumpul sehingga timbulnya dalam populasi berciri sporadik dan
terbatas tetapi dengan ciri-ciri yang mantap. Forma itu merupakan peringkat terendah
yang diberi pengakuan taksonomi dan nama ilmiah sebab umumnya mudah dikenal
(misalnya karena perbedaan warna bunga, atau bentuk dan ukuran daun).
Masih
dalam BOTANI, takson di bawah tingkat jenis yang paling banyak dipergunakan orang
ialah varietas, dengan pengertian yang sering berbeda-beda. Dalam
lingkungan pertanian istilah varietas umum dipakai untuk mengacu segala bentuk
variasi jenis tanaman; untuk ini istilah yang paling tepat ialah kultivar (dari
cultivar = cultivated variety, varietas yang dibududayakan atau dijinakkan).
Untuk keperluan klasifikasi biologi ahli-ahli
botani pada umumnya menganggap varietas itu sebagian suatu populasi yang
terdiri atas satu atau beberapa biotipe, mempunyai ciri morfologi yang nyata
dan tersebar dalam daerah yang terbatas, jadi merupakan ras lokal daripada
populasi jenisnya. Karena itu variasi yang menjadi ciri varietas dapat
mempunyai ciri yang sesuai dengan faktor-faktor geografi, ekologi, atau
sitologi atau gabungan dari ketiganya.
Berbeda dengan varietas yang persebarannya terbatas
atau berciri lokal, anak jenis atau subspesies merupakan populasi yang terdiri
atas beberapa biotipe dengan daerah persebaran yang meluas sampai meliputi
suatu wilayah atau kawasan. Jadi anak-anak jenis itu dapat dianggap sebagai ras-ras
geografi daripada populasi jenis, terpisah satu sama lain oleh
perbedaan-perbedaan morfologi tetapi diantaranya tidak terdapat penghalang
genetika, sekalipun daerah persebarannya mungkin terpisah satu sama lainnya. Luas tingkat persebaran (sporadik untuk forma, lokal untuk varietas,
dan regional atau kawasan untuk anak jenis) tidak selamanya berimbangan
dengan perbedaan-perbedaan antara sesama anak jenis, sehingga adakalanya tidak
setajam atau sebanyak perbedaan-perbedaan antara varietas-varietas, atau bahkan
antara forma-forma yang sejenis.
Jenis: Batu Dasar Sistematika.Gabungan
semua populasi yang semacam, jadi gabungan seluruh individu makhluk yang satu
macam biasa disebut jenis.
Pada
garis besarnya definisi-definisi jenis yang banyak itu dapat digolongkan dalam
dua kelompok. Kelompok pertama mendefinisikan jenis berdasarkan tradisi, jadi
menggunakan kriteria morfologi. Di samping morfologi faktor geografi kemudian
diperhitungkan juga karena diakuinya kepentingan variasi yang terdapat dalam
daeah persebaran populasi. Definisi berdasarkan kriteria morfologi geografi ini
menghasilkan jenis taksonomi. Menurut konsep ini jenis itu merupakan populasi-populasi yang terdiri atas
individu-individu dengan ciri-cirimorfologi
yang berkorelasi.
Kelompok
definisi yang kedua menghasilkan konsep jenis biologi, yang memformulasikan jenis sebagai populasi-populasi yang
disatukan satu sama lain oleh kemungkinan untuk saling kawin-mengawini secara
bebas, dan terpisah atau terisolasi dari jenis-jenis lainnya oleh adanya
penghalang reproduksi.
Sebenarnya perbedaan antara jenis taksonomi yang
berdasarkan morfologi dan jenis biologi berlandaskan ciri-ciri sitogenetika itu
tidaklah perlu dipertajam. Dengan demikian jenis dapat dikenal secara
morfologi, dan terdiri atas populasi atau
gabungan individu yang diperkirakan dapat saling kawin-mengawini sesamanya
secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang menyerupai tetuanya, serta
merupakan pembawa. Di antara satu jenis dan jenis lainnya dengan sendirinya
diharapkan terdapat suatu pemisah, suatu ketidaksinambungan dalam berbagai ciri
morfologi dan ciri-ciri kebakaannya.
Perkembangan
terakhir menuntut dianutnya konsep jenis filogenetika, yang dapat
didefinisikan sebagai satuan terkecil makhluk yang berkembang biak secara
seksual yang sedikit-dikitnya memiliki satu ciri diagnosis yang terdapat pada
semua anggotanya tetapi tidak dijumpai pada kerabat terdekatnya.
Takson-Takson di Atas Jenis. Konsep takson-takson di atas jenis biasanya dianggap sesuatu yang
abstrak. Sekalipun demikian marga mungkin merupakan satuan yang sudah dikenal
orang sebelum biologi berkembang sebagai suatu ilmu. Sebagai salah satu satuan
taksonomi marga mempunyai fungsi untuk menyediakan wadah yang mempersatukan
semua jenis yang erat kekerabatannya secara alamiah. Dalam menentukan
batasan-batsan marga, keeratan hubungan kekeluargaan jenis-jenisnya selalu
mendapat perhatian utama. Penempatan suatu jenis dalam suatu marga harus
didahului oleh pemastian bahwa jenis itu betul-betul erat hubungan
kekerabatannya dengan jenis yang tanpa diragukan lagi merupakan anggota sejati
marganya. Besar derajat perbedaan, besar jumlah jenis yang tersangkut, dan
tradisi pemakaian sesuatu marga penting juga pengaruhnya dalam mempertimbangkan
apakah suatu kelompok jenis itu dapat dianggap merupakan satu marga atau tidak.
Gabungan
marga-marga yang sekerabat ditampung dalam suku. Korelasi ciri-ciri morfologi
daam seluruh anggota suku itu seringkali besar jumlahnya. Adanya ciri-ciri
khusus tertentu yang menjadi pemersatu marga-marga tertentu telah menimbulkan
suku-suku yang ciri kealamiahannya mudah dilihat.
Bangsa
adalah satuan taksonomi tempat mewadahi kumpulan suku-suku yang erat hubungan
kekerabatannya satu sama lainnya. Takson ini merupakan satuan yang paling tidak
sempurna batasan-batasannya dan kegunaannya untuk pendeterminasian hampir tidak
ada. Kumpulan bangsa ditampung dalam kelas dan gabungan kelas membentuk filum.
Makin
kecil perbedaan yang memisahkan ketiganya makin rendah peringkat takson yang
diperlukan untuk kelompok-kelompok tadi, dan sebaliknya.
Seperangkat Asas Pemandu Penyusunan Sistem
Klasifikasi
Sebelum
suatu sistem klasifikasi dapat disusun, terlebih dulu perlu diketahui dengan
baik semua ciri beserta kodrat dan fitrah obek yang dihadapi sebagai penanda
atau pengenal keutuhan objek. Sejauh-jauhnya objek-objek itu seyogyanya
dibuat setara baik cakupan maupun peringkat dan tingkat perkembangannya. Untuk
itu perlu dibuat batasan atau definisi sehingga diperoleh kesamaan variasi ciri
dan ciri yang akan dipakai, keluasan dan kedalaman cakupan, serta tolak ukur
atau tanda pengenal lainnya. Dengan demikian setiap objek tadi dapat
dijadikan “satuan kegiatan operasi” untuk dapat diberikan perlakuan yang sama,
sehingga segala sesuatunya memang harus terukurkan, terbandingkan, dan utuh.
Asas
lain yang perlu diperhatikan dalam mengklasifikasi sesuatu adalah kealamiahan
objek, yang harus dihormati
sehingga posisi dan fungsinya dalam relung yang ditempatinya pada sistem
klasifikasi yang dihasilkan nanti akan serba berkewajaran.
Dalam
melakukan klasifkasi orang perlu pula memperhatikan keharmonisan dan keseimbangansehingga hasil atau sistem klasifikasi
yang diciptakan akan baik serta mendekati kesempurnaan yang ideal.
Pelaksanaan
klasifikasi haruslah dilakukan secara bertaat asas berdasarkan kriteria
yang dijadikan bukti ciri atau landasan pengklasifikasian. Perlu diketahui
bahwa suatu ciri yang berguna untuk sekumpulan objek di suatu peringkat belum
tentu baik bila dipakai untuk peringkat lain, apalagi untuk objek lain.
Kemultigunaan merupakan salah satu asas pemandu penting yang
perlu diperhatikan dalam melakukan klasifikasi. Kemultigunaan dapat dicapai
kalau ciri yang dijadikan landasan pengelasifikasian itu berjumlah banyak,
dengan setiap ciri berpautan satu sama lainnya. Secara empiris dalam biologi diketahui bahwa idealnya jumlah ciri itu
sebanyak jumlah objek yang diklasifikasi kurang satu, ( n – 1 ).
Bergantung
pada motif, dasar dan cara yang dipakai, klasifikasi itu dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu klasifikasi empirik dan
klasifikasi rasional. Klasifikasi
empirik ialah penggolongan makhluk yang tidak memerdulikan makhluknya sendiri,
jadi suatu penggolongan yang tidak didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh
makhluk yang diklasifikasi. Klasifikasi menurut abjad adalah contoh klasifikasi
empirik, karena pedoman utama dalam mengklasifikasi disini ialah huruf awal
namanya, yang sebenarnya hanya buatan manusia belaka. Golongan kedua, klasifikasi rasional merupakan klasifikasi
yang betuk-betuk mempunyai hubungan langsung dengan makhluk yang digolongkan,
dengan menggunakan ciri yang dimiliki makhluk tadi sebagai dasarnya.
Pada
dasarnya terdapat lima macam klasifikasi rasional, yaitu klasifikasi-klasifikasi praktis, klasik, fenetik, filogenetika. Klasifikasi praktis seringkali dinamakan
klasifikasi khusus sebab diadakan hanya untuk memenuhi keperluan-keperluan
tertentu.Klasifikasi klasik, fenetik
dan filogenetika seringkali berpautan satu sama lainnya sehingga batas
perbedaan diantaranya kadang-kadang tidak jelas.