This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, April 3, 2012

KENALI JAMUR BERACUN DAN TIDAK BERACUN


Warna saja tak cukup Agak sulit Mengenai jamur yang mengandung racun atau tidak.Pembedaan berdasarkan warna dan bentuknya saja tak cukup. Karena itu berhati – hati dan jauh lebih baik. Berikut beberapa ciri umum yang membedakan jamur beracun atau tidak beracun.
  1. Jamur beracun biasanya memiliki warna mencolok,seperti merah darah,hitam legam,atau biru tua.Namun,ini tak lantas berarti jamur berwarna kuning muda atau putih selalu pasti bebas racun.
  2. Jamur racun biasanya mempunyai cincin atau cawan.Tetapi khususnya untuk beberapa jamur itu tak berlaku seperti pada jamur merang yang memiliki cawan dan campignon,seperti payung,yang bercincin.
  3. Bau jamur yang beracun selalu menusuk,bisa seperti bau telor busuk atau bau amonjak.
  4. Jamur beracun bisanya tumbuh di tempat yang kotor.
  5. Jamur beracun cepat menimbulkan karat pada pisau yang dipakai mengeratnya. Namun jika pisau yang dipakai terbuat dari perak,warna hitam atau biru tua akan segera muncul.
  6. Jamur beracun berubah warna dengan cepat pada waktu pemanasan dan pemasakan.
Sekarang bagaimana jika kita keracunan? gejala apa yang akan timbul?
  • Sakit pada bagian perut
  • Wajah pucat
  • Berkeringat dingin
  • Mual – mual,bajkan muntah
  • Tubuh lemas terkadang disertai kejang – kejang
  • Bibir kering
  • Mata berkunang – kunang
  • Pingsan,bahkan meninggal
Cara penanganan :
  • Jangan banyak bergerak
  • Minum air putih sebanyak – banyaknya untuk mencegah dehidrasi
  • Segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Thursday, March 29, 2012

ILMU LINGKUNGAN (KOMPONEN EKOSISTEM DAN PENCEMARANNYA)


Bilamana mengamati lingkungan sekitar kita dengan seksama maka kita akan sadar bahwa di lingkungan kita terdapat bermacam-macam benda, seperti batu, air, pohon, dan burung. Dari macam benda yang kita lihat tersebut, sadarlah kita bahwa manusia di dunia ini tidak hidup sendiri tetapi selalu ditemani oleh benda-benda di sekitar kita. Benda-benda di alam lingkungan kita dapat dibedakan menjadi dua kompenen utama dari suatu ekosistem, yaitu ekosistem biotic (benda hidup/living) dan ekosistem abiotik (benda mati/nonliving).

Ekosistem Abiotik
Dalam suatu komponen ekosistem abiotik, terdapat suatu komponen ekosistem yang berpengaruh besar terhadap ekosistem itu sendiri. Pengaruh tesebut antara lain terjadinya perubahan cuaca, bencana alam, kekeringan dan banjir, yang semuanya diakibatkan oleh perubahan factor-faktor dalam ekosistem itu sendiri. Ada dua faktor utama dalam system abiotik yaitu faktor fisik dan faktor kimiawi.
Faktor fisik yang berpengaruh besar terhadap ekosistem ialah:
1.       Sinar matahari dan awan
2.       Suhu rata-rata dan frekuensi suhu
3.       Rata-rata presipitasi (hujan) dan distribusinya sepanjang tahun
4.       Angin
5.       Latitude (jarak dari khatulistiwa)
6.       Altitude (tinggi dari permukaan laut)
7.       Kondisi tanah secara alami (eksistem darat)
8.       Kebakaran (ekosistem darat)
9.       Arus laut (ekosistem air)
10.   Jumlah endapat padatan (ekosistem air)

Adapun faktor kimiawi yang berpengaruh terhadap ekosistem ialah:
1.      Kandungan air dan oksigen di dalam tanah
2.      Kandungan unsure nutrisi tanaman yang larut dalam kelembaban tanah (untuk ekosistem darat) dan dalam air (untuk ekosistem air)
3.       Kadar garam dalam air (ekosistem air)
4.       Kandungan oksigen terlarut (ekosistem air)

Dari bermacam faktor di atas jelaslah bahwa suatu ekosistem sangat diperngaruhi oleh kondisi factor alamiah dalam lingkungan ekosistem itu sendiri. Faktor-faktor tersebut selalu diawaspadai untuk mencegah atau menghindari bencana yang terjadi setiap waktu terhadap manusia atau makhluk hidup lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut.

Ekosistem Biotik
Dalam komponen ekosistem biotic, terdapat bermacam-macam jenis dan spesies makhluk hidup di darat dan air. Oleh karena itu dalam suatu system ekologi, komponen biotic diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu produsen dan konsumen. Klasifikasi tersebut didasarkan atas bagaimana mereka memperoleh makanan atau unsure nutrisi organic untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Produsen
Makhluk hidup yang tergolong produsen ini biasanya juga disebut autrotof: kelompok organism yang dapat memproduksi senyawa organic yang mereka perlukan, sebagai unsure nutrisi dari bahan senyawa anorganik yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Pada kebanyakan ekosistem darat, tanaman hijauan termasuk dalam kategori produsen. Sedangkan pada ekosistem air, fitoplankton merupakan produsen yang terdiri dari bemacam spesies dari jenis bakteri sampai protozoa. Kelompok produsen ini ialah kelompok organism yang dapat membuat makanan untuk dirinya sendiri. Kelompok organisme, selain produsen ialah kelompok organism konsumen, yang hidupnnya bergantung secarra langsung ataupun tidak langsung pada makanan yang disediakan oleh produsen.
Hampir semua produsen membuat nutrisi organik  yang mereka perlukan melaliu fotosintesis. Proses tersebut dilakukan dengan jalan menyerap nergi dari sinar matahari yang diguakan untuk reaksi karbon dioksida (CO2) dengan air (H2O). karbon dioksida didapat dari udara (ekosistem darat) dan air (ekosistem air), sedangkan air didapat dari tanah atau air sekitarnya (ekosistem darat). Hasil proses reaksi kimiawai tersebut ialah karbohidrat (C6H12O6) dan unsur nutrisi lain.





Dari proses tersebut terlihat bahwa energy radiasi dari sinar matahari diubah menjadi energy kimia yang disimpan sebagai glukosa dan usnur nutrisi lain dalam tanaman. Produsen juga menyimpan unsure nutrisi lain, termasuk nitrogen dan fosfor dari bahan yang larut dalam air yang mereka peroleh dari lingkungannya. Beberapa organism produsen terutama jnies bakteri dapat mengambil bahan inorgnik dari lingkungannya dan mengubahnya menjadi bentuk organic tanpa hadirnya matahari. Proses tersebut dinamakan kemosintesis. Misalnya dalam lingkungan yang gelap di darerah dasar laut dalam. Beberapa jenis bakteri melakukan kemosintesis dengan jalan mengubah bahan inorganic hydrogen sulfide (H2S) menjadi nutrisi organic yang digunakan bakteri dan organisme lain memakannya.

Konsumen
Organism lain dalam suatu ekosistem diklasifikasikan sebagai konsumen atau heterotrof. Kelompok organism ini tidak dapat mensintesis nutrisi organic yang mereka perlukan; mereka memperoleh nutrisi organic dengan jalan memakan produsen atau konsumen lain.

Toleransi Spesies Terhadap Faktor Abiotik
Suatu spesies organism tidak dapat hidup tersebar dimana-mana, karena spesirs tersbut mempunyai batas toleransi tertentu terhadap suatu variasi kondisi fisik kimia tertentu. Pada setiap individu hewan dalam satu poulasi dapat terjadi perbedaan toleransi karena adanaya perbedaan genetic, umur, dan status kesehatan. Misalnya perbedaan daya tahan terhadap panas atau toksik kimiawi satu individu ikan, akan berbeda dengan individu lainnya dalam satu populasi.
Keberadaan atau banyaknya populasi dan distribusi dari suatu spesies organisme dalam suatu ekosistem bergantung pada daya toleransi spesies tersebut terhadap satu atau beberapa factor kondisi fisik ataupun kimiawi dalam ekosistem. Penyesuaian diri teradap kondisi lingkungan yang baru tersebut dinamakan aklimatisasi yang digunakan sebagai alat pencegahan dari pengaruh negatif terhadap factor fisik atau kimia dalam lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi tersebut tidak mempunyai evolusi adaptasi sehingga proses tersebut tidak dapat diturunkan ke genarai berikutnya.
Suatu factor kimia dapat berpengaruh terhadap perubahan factor fisik dalam ekosistem abiotik, begitu juga sebaliknya, misalnya pemanasan global karena timbulnya lubang ozon yang diakibatkan oleh reaksi kimiawi antara Cl dan O3, sehingga ozon diubah menjadi O2, yang mengakibatkan jumlah O3 di atmosfer berkurang.

Apa itu perubahan iklim dan pemanasan global?
Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas rumah kaca – terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas tersebut tidak berfungsi. Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C. Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah.
Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
Perubahan Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam setudi mutakhir memperlihatkan bahwamasalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia. Pemasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya. Sebagian besar setudi tentang perubahan iklim sepakat bahwa sekarang kita menghadapi bertambahnya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin sudah terjadi sekarang. Pada bulan Desember 1977 dan Desember 2000,  Mengenai Perubahan Iklim, badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan, mengajukan sejumlah pandangan mengenai realitas sekarang ini:
1.      Bencana-bencana alam yang lebih sering dan dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin topan, siklon dan kekeringan akan terus terjadi. Bencana badai besar terjadi empat kali lebih besar sejak tahun 1960.
2.   Suhu global meningkat sekitar 5 derajat C (10 derajat F) sampai abad berikut, tetapi di sejumlah tempat dapat lebih tinggi dari itu. Permukaan es di kutub utara makin tipis.
3.   Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon dari pohon-pohon, juga menghilangkan kemampuan untuk menyerap karbon. 20% emisi karbon disebabkan oleh tindakan manusia dan memacu perubahan ilim.
4.   Sejak Perang Dunia II jumlah kendaraan motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680 juta; kendaraan motor termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya emisi carbon dioksida pada atmosfer.
5.   Selama 50 tahun kita telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber energy yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50% dari hutan dunia.

Apa yang menyebabkan pemanasan global?
Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.
Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energy yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50%.

Pengaruh Lobang Ozon Terhadap Kehidupan
Dengan berkurangnya lapisan ozon dalam stratosfer, maka radiasi sinar ultraviolet lebih banyak sampai ke permukaan bumi. Badan Proteksi Lingkungan (EPA) memperkirakan 5% ozon yang berkurang akan dapat menyebabkan gangguan pada makhluk hidup sebagai berikut:
a.   Lebih banyak kanker sel basal dan sel squamous, tetapi akan cepat sembuh apabila cepat diobati.
b.  Lebih banyak kasus kanker kulit melanoma yang seiring berakibat fatal dan menyebabkan kematian tiap tahun
c.   Menaikkan kasus katarak pada mata, kulit terbakar matahari dan kanker mata pada sapi
d.  Menghambat daya tahan tubuh (imunitas) pada manusia sehingga lebih mudah terinfeksi penyakit
e.   Peningkatan kasus kerusakan pada mata akibat asap fotokimia
f.    Penurunan produksi tanaman pangan seperti beras, jagung, dan kedelai.
g.   Kerugian mencapai 2 miliar dolar per tahun karena pemakaran plastic dan material polimer.
h. Kenaikan suhu udara (perngaruh gas rumah kaca) karena terjadi perubahan iklim, penurunan produksi pertanian, dan kematian hewan liar yang dilindungi.

Pengaruhnya Terhadap Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Apabila diamatai sejanak, iklim yang panas akan terasa tidak mengenakkan bagi keidupan. Tetapi kondisi panas tersebut dapat menaikkan produksi tanaman pangan mencapatii 60-80% di beberapa daerah karena lebih banyak CO2 di dalam atmosfer yang dapat menaikkan laju fotosintesis. Kenaikan suhu dalam troposfer dapat menyebabkan pendingan dalam lapisan stratosfer, sehingga kondisi tersebut dapat menyebabkan reaksi perusakan ozon secara perlahan. Selain itu. Akan banyak terjadi kerugian karena pemanasan global akan menaikkan penggunaan pendingin ruangan. Produksi tanaman pangan akan banyak terserang hama serangga karena dalam kondisi panas serangga dapat cepat berkembang biak. Kondisi panas akan dapat menaikkan laju penguapan pada tanaman, sehingga tanaman sangat memerlukan ketersediaan air cukup. Air dalam tanah akan menguap dan sulit untuk ditanami tanaman produksi pangan.
Kenaikan suhu udara rata-rata 4oC akan dapat mengubah pergantian musim, sehingga musim penghujan berkurang, timbul angin kencang dan arus gelombang pasang. Bencana banjir terjadi dimusim hujan dan begitu sebaliknya terjadi kekeringan dimusim kering yang berkepanjangan. Tanah yang subur akan berubah menjadi tanah yang tandus, danau mulai mongering dan bencana kekeringan dan kelaparan akan segera meluas. Beberapa penelitan dengan menggunakan model menunjukkan bahwa kenaikan suhu atmosfer rata-rata 4oC dapat menaikan permukaan air laut 0,5 sampai 1,5 m selama 50 sampai 100 tahun dengan asumsi bahwa es dikutub tidak mencair. Tetapi es di kutub terjadi pencairan, kenaikan permukaan air laut akan lebih tinggi lagi. Akibatnya akan dapat menenggelamkan sepertiga dari permukaan bumi terutama daerah yang rendah. Hal seperti ini telah terjadi pada masa berakhirnya zaman es pada 120.000 tahun yang lalu ketika permukaan air laut naik sampai 6 m.

Upaya Mencegah terjadinya Pemanasan Global
Tanda-tanda pemanasan global sebetulnya sudah mulai terasa pada kurun waktu belakangan ini. Dari hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal yang terlihat nyata dalam kehidupan kita. Misalnya kenaikan harga dari beberapa jenis makanan yang diakibatkan dari terbatasnya lahan yang dapat ditanami setelah bencana banjir dan kekeringan. Kualitas juga menurun dan terjadi perubahan musim yang tidak menentu.
Pada dasarnya ada dua pilihan dalam memperlambat terjadinya pemanasan global ini, yaitu; a) pengurangan pembangunan rumah kaca, dan b) penggantian bahan bakar minyak dengan bahan alternative lainnya. Beberapa cara yang harus dilakukan untuk menghambat pemanasan global ialah:
a.     Penghentian emisi CFC dan halon
b.   Pengurangan penggunaan bahan kabar minyak sedikitnya 20% sampai tahun 2000 dan 50% sampai tahun 2015, dengan jalan pembarian pajak yang tinggi terhadap minyak bumi dengan mengganti bahan alternative pengganti lainnya, serta penggunaan bahan yang efisien dan irit.
c.  Pengurangan penggunaan energy batubara, yang dpat menymbangkan polusi CO2 sampai 60% per unit produksi dengan cara mengganti penggunaan batu bara dengan gas alam dalam pembangkit tenaga listrik
d.    Penggunaan filter atau scrubber untuk menyaring CO2 dari asap buangan pabrik ataupun pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara.
e.     Produksi mobil yang irit bahan bakar ditingkatkan sehingga emisi CO2 yang terbuang juga sedikit
f.       Peningkatan penggunaan energy matahari, angin, dan panas bumi
g.     Peningkatan penggunaan gas alam sebagai pengganti minyak bumi untuk energy dalam masa transisi
h.     Penebangan hutan harus dikurangi dan penanaman pohon sebagai pengganti (reboisasi) ditingkatkan
i.       Penurunan jumlah kelahiran dalam keluarga berencana.

Dalam beberapa hal tersebut banyak pengamat lingkungan meragukan kesediaan beberapa Negara untuk menyetujui alternative tersebut, terutama dalam penggunaan minyak bumi dan penebangan hutan. Dari dua hal tesbut beberapa Negara memperoleh pendapatan yang xukup besar untuk memperbaiki system perekonomiannya. Pembatasan penggunaan minyak bumi secara ketat dengan tidak memperhatikan bagaimana pengaruhnya terhadap kulatias lingkuanga dalam jangka panjang dan terhadap petimbangan ekonomi, akan menyebabkan gangguan sosial ekonomi dalam suatu Negara dalam jangka waktu pendek, sehingga banyak Negara penghasil minyak tidak dapat menerimanya. Dari hal tersebut jalan keluarnya ialah pada saat mulai dilakukannya pengurangan penggunaan bahan bakar minyak dan penebangan hutan, maka pada saat itu juga perlu dilakukan usaha yang konkret sebagai alternative menghadapi pemanasan global. Beberapa ahli menyarankan langkah sebagai berikut:
1.   Penelitian yang intensif terhadap penanaman tanaman pangan yang tahan terhadap kondisi miskin air dan tanaman pangan yang tahan terhadap air berkadar garam tinggi.
2.     Membangun bendungan yang dapat menahan daerah pantai terhadap pasang air laut, seperti yang dilakukan di Negara Belanda.
3.       Menghentikan konstruksi di daerah pantai yang landai
4.       Memindahkan pembuangan tangki bahan beracun di dekat pantai ke daerah lain yang jauh dari pantai.
5.       Menimbun persediaan makanan yang cukup untuk kurun waktu yang lama
6.  Memperluas daerah konservasi pantai untuk kehidupan satwa liar dan membuat daerah baru untuk   konservasi sumber daya alam.

Membuat rencana tersebut dan merealisasikannya akan memakan waktu yang lama, mungkin lebih dari 20 tahun dan memerlukan biaya yang sangat besar.  

Wednesday, March 28, 2012

ILMU LINGKUNGAN (EKOLOGI SEBAGAI DASAR ILMU LINGKUNGAN)


Hubungan antar ilmu ilmu biosains:
     Hubungan antar cabang (interdisiplin) ilmu seperti yang disebutkan di slide sebelumnya, dapat dilihat  pada fenomena yang terjadi
  Sampai abad ke 13 di London khususnya, Inggris umumnya, terdapat sejenis belalang yang badan dan sayapnya berwarna putih namanya Locusta alba, dan hal serupa juga pernah terjadi di Indonesia
     Belalang ini hinggap pada dinding dinding bangunan, yang pada saat itu berwarna putih
  Dengan melaksanakan mimicry  seperti, belalang putih tidak terlihat dengan jelas oleh burung  pemangsanya
   Pada abad ke 20 saat pemakaian batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (pltu) dan kegiatan industri meningkat pesat, pencemaran di kota London mencapai puncaknya. Udara yang tercemar itu mengandung belangkin atau ter (tar), yaitu butiran arang yang amat kecil sekitar satu mikrometer (0,001 mm) yang bercampur air (Kupcella & Hyland, 1990)
   Zat pencemar tersebut telah merubah warna dinding bangunan dari putih menjadi abu abu bahkan ada yang hitam
    Ternyata apabila dicermati ada jenis belalang lain yang warnanya tidak putih seperti pada awal abad ke 13 dulu yang warnanya berubah dari putih menjadi abu abu atau hitam, selanjutnya dinamai Locusta grisea dan Locusta nigrita
    Terlihat bahwa warna yang merupakan salah satu ciri morfologi telah berubah
  Bersamaan dengan perubahan morfologi ini telah merubah pula nama belalang atau telah terjadi perubahan dalam taksonomi
  Perubahan yang berlangsung perlahan dari abad 13 sampai abad 20 atau sekitar 700 tahun itu disebut pula sebagai evolusi
     Uraian tersebut di atas memperlihatkan keterkaitan atau hubungan antar ilmu ilmu biosains
b.    Hubungan antar ilmu ilmu fisikosains:
Kegiatan pertambangan yang mengambil bahan mineral dari dalam tanah menggunakan pengetahuan geologi pertambangan. Pada pertambangan emas, tembaga, dan perak oleh PT, Freeport Indonesia (PTFI) umpamanya, galian tersebut mengandung limbah yang disebut tailing. Tailing  PTFI dibuang ke sungai aykwa yang menimbulkan pencemaran perairan (Anonimus, 1998)
Kerusakan ekosistem ini menimbulkan masalah lingkungan apabila dikaji dari sudut pengetahuan hidrologi
   Terlihat dari kejadian di atas seolah terkait pula antara sesama pengetahuan fisikosains, dalam hal ini antara geologi dan hidrologi
  Jika dikaji lebih dalam ternyata lingkungan perairan yang tercemar dapat mempengaruhi biota yang hidup didalamnya, misalnya ikan
    Apabila air yang jernih menjadi tercemar maka ikan mas yang semula berwarna merah akan berubah menjadi pucat atau kuning keputihan (Tandjung, 1994)
    Konsep ekologi, hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya terlihat pada fenomena di atas
  Jadi organisme dipelajari melalui biosains atau  ilmu lingkungan kehayatan, habitat dikaji dengan fisikosains atau ilmu lingkungan kebendaan

Lingkungan Hidup (UUPLH No.23 tahun 1997):
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainnya
Dengan demikian lingkungan hidup (live environment) disusun oleh tiga komponen atau abc environment yang meliputi:
  • A (Abiotic environment) atau lingkungan fisik yang terdiri dari unsur –unsur air, udara, lahan dan energi serta bahan mineral yang terkandung didalamnya
  • B (Biotic environment) atau lingkungan hayati yang terdiri dari unsur-unsur hewan, tumbuhan dan margasatwa lainnya serta bahan baku industri
  • C (Cultural environment) atau lingkungan cultural SOSEKBUD / Social Ekonomi BudaYa serta kesejahteraan
Jadi di dalam lingkungan hidup terjadi interaksi dan hubungan timbal balik yang dinamis antar ketiga komponen lingkungan tersebut, seperti berikut ini:
     Udara yang sejuk, segar dan tidak tercemar tentu saja sangat menyokong kehidupan manusia (C)
     Di negara yang penduduknya telah mempunyai kemampuan ekonomi yang kuat (C), pembangunan fisik (A) sangat menonjol
     Komponen fisik dan biologi sangat erat hubungannya, dan fungsinya sebagai tempat tinggal bagi manusia dan sistem sistem sosekbudnya. Karena itu kedua komponen tersebut digabung menjadi satu komponen dengan nama biofisik, sebagai satu sistem penyokong kehidupan

Wednesday, March 21, 2012

Pelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Kemiskinan

Para pelopor lingkungan hidup era 1970-an di Indonesia berharap agar kontroversi yang telah lama berlangsung mengenai pembangunan (termasuk upaya penanggulangan kemiskinan) dan pelestarian lingkungan hidup akan lenyap dengan makin meningkatnya kesadaran berlingkungan. Di antara mereka yang paling pesimis pun yakin bahwa dalam waktu 20 tahun kontroversi ini akan berakhir (terutama pada tingkat pengambilan keputusan).
Namun, nyatanya 35 tahun kemudian kontroversi ini masih berlangsung juga. Kerusakan lingkungan adalah menurunnya kualitas lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak dapat lagi berfungsi dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan. Fungsi-fungsi lingkungan ini secara langsung maupun tak langsung semuanya dipandang dari segi mendukung kepentingan hidup manusia, baik fungsi ekonomis, ekologis, sosial, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kerusakan lingkungan merupakan kerugian bagi manusia. Maka pelestarian lingkungan logikanya adalah berbanding searah dengan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, suatu kasus pencemaran air sumur di sebuah pemukiman di Surabaya. Masyarakat setempat harus membeli air untuk kepentingan sehari-hari, padahal sebelumnya mereka mendapatkan air secara gratis dari sumur-sumur miliknya sendiri. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli air rata-rata sekitar 20% dari pendapatan mereka. Ini berarti daya beli mereka menurun 20%. Dengan demikian, jelas bahwa kerusakan lingkungan berbanding terbalik dengan kesejahteraan manusia. Kasus di atas tadi belum meliputi kepentingan antar generasi. Dalam kasus-kasus lainnya, walaupun kerusakan yang berlangsung saat ini belum sempat merugikan generasi saat ini, tetapi pada akhirnya akan terjadi kelangkaan sumber daya alam yang menurunkan potensi kesejahteraan generasi-generasi mendatang. 
Mereka yang menentang logika ini berpendapat bahwa jalan pikiran seperti itu bersifat “teoretis” dan tidak sesuai dengan “kehidupan nyata”. Pada kenyataannya, menurut pandangan ini, kewajiban untuk tetap melestarikan lingkungan akan meningkatkan biaya produksi, dan akibatnya adalah masyarakat harus membayar lebih untuk membeli produk-produk tersebut. 
Demikian pula, karena biaya produksi lebih tinggi, maka perhatian kepada lingkungan akan melemahkan daya saing. Harga produksi yang lebih tinggi mempengaruhi daya beli, sementara melemahnya daya saing mempengaruhi penyediaan kesempatan kerja. Maka menurut logika ini, perhatian kepada lingkungan justru akan menyebabkan meningkatnya kemiskinan. Tetapi, betulkah cara berpikir dengan logika ini?

EKONOMI VERSUS LINGKUNGAN?
Logika tersebut di atas memang sering sekali dijadikan “tema” dalam konflik lingkungan hidup. Maka berkembanglah istilah “ekonomi versus lingkungan” yang membuat orang semakin ragu-ragu dalam mengambil keputusan melestarikan lingkungan hidup. Memang pengelolaan lingkungan penuh dengan konflik. Tetapi benarkah konflik ini sebenarnya adalah konflik antara kepentingan ekonomi dan kepentingan pelestarian lingkungan? 
Hampir semua konflik dalam pengelolaan lingkungan menyangkut pilihan antara rencana suatu kegiatan proyek atau kebijakan yang dibutuhkan dibandingkan dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul sehingga merugikan manusia. Sebagai contoh, penggunaan lahan untuk kegiatan tambang Golongan C; pembangunan pabrik di lingkungan yang rentan; pembangunan jalan menembus hutan; penambangan di kawasan penyimpanan air; dan lain sebagainya. Bila ditilik lebih dalam, konflik yang ada sebenarnya adalah konflik antara sekelompok kecil orang demi kepentingan diri atau kepentingan kelompok dalam jangka pendek, melawan kepentingan orang banyak dalam jangka panjang. Dalam konflik semacam ini, karena kelompok kecil dengan sumber daya kuat kepentingan umum pun akhirnya dikalahkan. Pada akhir proyek, masyarakat menderita karena lingkungannya rusak. berhadapan dengan kepentingan orang banyak yang lemah, maka.
Beberapa hal juga perlu kita teliti lebih lanjut dalam menghadapi kontroversi kewajiban pabrik untuk mengolah limbah yang menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga selanjutnya menurunkan daya saing produksi. Pertama, jika produsen tidak mengolah limbahnya, tidak berarti biaya yang timbul karena limbah/
emisi yang dihasilkan menjadi “hilang”. Biaya yang tidak dikeluarkan  oleh produsen hanya dialihkan kepada orang-orang yang hidup di sekitarnya dalam bentuk gangguan kesehatan, kelangkaan air, gangguan saluran pernapasan, dan sebagainya. Pada akhirnya ini menjadi masalah keadilan. Apakah biaya lingkungan harus dipikul oleh produsen/konsumen barang, atau oleh orang-orang yang hidup di sekitar pabrik yang tidak mendapatkan manfaat dari kegiatan produksi di lokasinya? 
Kedua, biaya lingkungan dari kegiatan produksi jumlahnya tidak terlalu besar sehingga mempengaruhi daya saing. Ketika para produsen ditanya, misalnya tentang biaya pengolahan limbah relatif terhadap biaya produksi industri tekstil (pencelupan), jawabannya selalu berkisar antara 20% - 40% dari biaya produksi. Sebuah survey menunjukkan bahwa biaya yang keluar untuk pengolahan limbah yang benar (memenuhi ketentuan peraturan) adalah sekitar 2%. Kenaikan 2% ini terlalu kecil untuk mempengaruhi daya saing. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak benar bahwa upaya pelestarian lingkungan menimbulkan biaya produksi tinggi sehingga dapat meningkatkan kemiskinan. 
Apa yang banyak terjadi di berbagai negara berkembang, khususnya Indonesia pada era tahun-tahun 1980-an dan 1990-an, adalah adanya peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan secara umum, yang kemudian disertai dengan percepatan terjadinya kerusakan lingkungan. Apakah kejadian ini menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya bersifat bertentangan arah? Untuk menjawabnya, perlu kita perhatikan situasi ekonomi Indonesia pada kurun waktu tersebut. Scientific American (1989) misalnya menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia pada saat itu ditentukan oleh kegiatan-kegiatan yang bersumber pada sumber daya alam (mencapai 79%). Ekonomi yang bertumpu kepada eksploitasi sumber daya alam ini sangat berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup. Kenaikan tingkat hidup serta penurunan tingkat kemiskinan yang didorong oleh ekspolitasi sumber daya alam ini dengan sendirinya bukan saja mengurangi cadangan sumber daya alam tetapi juga merusak lingkungan. Dampak dari kerusakan lingkungan ini baru terjadi pada generasi berikutnya, ketika sumber daya alam yang semakin langka tidak mampu lagi menunjang pembangunan. 
Lingkungan hidup yang rusak juga tidak mampu menunjang kehidupan. Jadi, kenaikan kesejahteraan dengan merusak lingkungan bukannya tidak mungkin terjadi. Hanya saja, peningkatan kesejahteraan yang terjadi bersifat sementara, tidak berkelanjutan, dan dampaknya di kemudian hari justru negatif.

Thursday, March 15, 2012

DANAU TOBA


Laju pembangunan yang makin meningkat, diiringi dengan pertambahan penduduk dunia yang sangat cepat, telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Ekosistem air yang merupakan bagian dari sumber daya alam juga tidak luput dari segala dampak negatif yang ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan tersebut. 
Banyak orang yang beranggapan bahwa persediaan air tawar di planet bumi ini tidak terbatas, dan menggunakan air seakan-akan air tidak akan pernah habis. Seperti kita ketahui bersama bahwa lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem kita dapat membedakan air tawar, air laut, dan air payau. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian yang terbesar, yaitu lebih dari 97%. Jumlah keseluruhan air yang terdapat di planet bumi adalah sekitar 1,4 miliar kilometer kubik. Dari jumlah tersebut volume air tawar hanya berkisar 36 juta kilometer kubik atau hanya sekitar 2,6%. 
Sebagian besar dari volume air tawar tersebut terdapat dalam bentuk es kutub, gletser di pegunungan, air tanah, dan air di atmosfer, sehingga dari perhitungan para ahli hanya tersedia sekitar 34.000 kilometer kubik yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan makhluk hidup lain. Keseluruhan air di bumi terdapat dalam suatu siklus hidrologi yaitu sebuah proses sirkulasi air dari bumi ke atmosfer dan sebaliknya.

EKOSISTEM DANAU TOBA
Danau Toba yang merupakan suatu ekosistem air telah banyak mengalami perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia yang terdapat di sekitarnya. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih kurang 1.100 kilometer persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer kubik, merupakan danau yang paling luas di Indonesia.
Danau ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budi daya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-gura dan Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi oligotrofik Danau Toba menyebabkan daya dukung danau untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan bentos sangat terbatas. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di beberapa kawasan Danau Toba menunjukkan bahwa populasi plankton dan bentos di Danau Toba adalah rendah (Barus et al., 1998, 1999). Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu plankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem danau. 
Dengan demikian maka dapat dimaklumi bahwa keanekargaman ikan di Danau Toba juga tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan bahwa sumber nutrisi utama ikan secara alamiah umumnya adalah berbagai jenis plankton dan bentos tersebut. Dari beberapa hasil penelitian di Danau Toba, dijumpai 14 spesies ikan. Informasi yang diperoleh dari nelayan setempat bahwa jenis ikan yang akhir-akhir ini sering didapat adalah ikan mujahir (Tilapia mossambica), ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan seribu (Lebistes reticulates), ikan gurami (Osphronemus goramy), ikan sepat (Trichogaster trichopterus), ikan gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias batrachus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan nila. 
Selain itu terdapat satu jenis ikan endemik yaitu ikan yang hanya terdapat di Danau Toba yang disebut sebagai ikan batak atau “ihan” (Neolissochillus thienemanni). Jenis ikan ini berdasarkan kriteria IUCN (International Union for the Conservation of Nature) sudah diklasifikasikan sebagai terancam punah (endangered). Jenis ikan ini dahulu sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat, tetapi kini masyarakat yang tinggal di sekitar danau sudah sangat sulit untuk menemukan ikan tersebut.




Wednesday, February 29, 2012

SISTEMATIKA BIOLOGI

 
PENDAHULUAN

Dalam buku-buku dan risalah-risalah ilmiah lainnya orang sering mencampurkan dan memertukarkan pengertian istilah-istilah klasifikasi, taksonomi, dan sistematika. Dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai ada kecenderungan untuk memberikan pengertian tersendiri bagi masing-masing istilah tadi jadi sekarang orang tidak lagi memertukarkan istilah-istilah itu. Menurut pengertian baru ini, taksonomi ialah ilmu tentang teori-teori klasifikasi, pencirian, dan penamaan. Jadi kegiatan taksonomi itu mencakup dasar-dasar pencirian, tata cara pengenalan dan hukum-hukum penamaan, serta asas-asas pengaturan makhluk dalam golongan atau satuan kelasnya secara ideal. Berlaian dengan klasifikasi, taksonomi sudah sering diartikan sebagai teori dan praktek klasifikasi dan bukan hasil akhirnya, yaitu sistem klasifikasi. Dengan sendirinya pengetahuan tentang seluk-beluk penamaan, pencirian, dan penggolongan saja – jadi taksonomi semata – belumlah dapat menerangkan sebab musabab dan asal usul sampai terjadinya suatu bentuk pengaturan seperti yang dituangkan dalam suatu sistem klasifikasi. Untuk itu orang lalu melakukan kegiatan pengajian kekerabatan dan keanekaragaman melalui taksonomi pencobaan atau biosistematika, sedangkan hubungan evolusi makhluk dialami oleh Filogenetika.
Gabungan antara taksonomi dan biosistematika serta filogenetika inilah yang sekarang merupakan wilayah sistematika biologi.
Dengan demikian sistematika biologi itu dapat didefinisikan sebagai ilmu yang secara ilmiah memelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman makhluk serta sejarah hubungan kekerabatan evolusi yang ada di sekitar mereka.

1.      PENCIRIAN
Pertelaan atau deskripsi yaitu pemaparan atau menguraikan suatu batasan atau ruang lingkup dan ciri-ciri suatu takson dengan suatu pelukisan atau penggambaran terperinci yang menggunakan kata dan istilah serta terkadang dilengkapi pula dengan ilustrasi. Dengan kata lain pertelaan simpulan dan perwujudan pencirian suatu takson.
Pencirian pada umumnya berupa ciri (character) dan sifat ciri (character state) yang diperinci, dianalisis, disintesis, dan semuanya lalu disajikan sebagai bukti taksonomi.
Kodrat Ciri Dan Sifat Ciri
Dalam sistematika biologi, secara umum ciri dapat diartikan sebagai penanda yang mengacu kepada bentuk, susunan, atau kelakuan makhluk, yang dapat digunakan untuk membandingkan, mendeterminasi, menginterpretasi, mengelompokkan atau memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya.
Ciri merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi umumnya berwjud sesuatu yang dapat diamati, dihitung, diukur, atau diperlakukan. Oleh karena itu dapat di mengerti bahwa variasi ciri merupakan al yang paling penting untuk keperluan sistematika biologi. Variasi ciri pada umumnya biasa di katakan sebagai sifat ciri. Dalam suatu pertelaan ciri harus dibarengi dengan sifat ciri.
Kemudahan alam pemberian nilai, orang sering membedakan antara ciri kualitatif dan ciri kuantitatif. Ada atau tidaknya suatu ciri, duduk daun berhadapan atau berseling, dab perilaku serangga yang giat malam (nocturnal) atau giat siang (diurnal), adalah contoh dari ciri kualitatif. Ciri yang sifatnya dapat dinilai secara langsung dengan mengukur panjang, berat, kerapatan, dan lain-lainnya adalah ciri-ciri kuantitatif.
Untuk keperluan pengklasifikasian umumnya orang menggunakan ciri sntesis, yaitu ciri yang terdapat serba sama dan luas merata pada seluruh anggota suatu takson yang berperingkat tinggi, tetapi ciri ini tidak banyak bermanfaat untuk penggolongan takson yang berperingkat rendah.
Untuk keperluan pendeterminasian dan pembatasan takson umumnya orang menggunakan ciri diagnosis, ciri kunci atau ciri analisis. Ciri ini mempunyai sifat yang terdapat terbatas dan khas karena dipilihkan dari ciri yang mempunyai kisaran variasi yang bermacam-macam polanya. Karena terbatasnya persebaran dan besarnya ketidaksamaan variasi ciri-ciri analisis, sukar untuk dipakai sebagai ciri untuk mempersatukan atau menyintesiskan takson yang berperingkat tinggi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ciri yang baik untuk keperluan sistematika biologi haruslah tidak mudah terpengaruh terhadap faktor lingkungan, variasinya konsisten dan berkorelasi dengan ciri-ciri lainnya, serta tidak udah termodifikasi oleh perubahan segresi atau rekombinasi faktor genetik yang sederhana.
Untuk lebih mudah dipahami dan dihayati jika disadari bahwa ciri dapat didefinisikan sebagai “........... bentuk asli ditambah dengan semua modifikasi yang terjadi kemudian .......”. Defenisi ini menyiratkan bahwa memang terjadi suatu transisi dari satu sifat ciri ke sifat ciri lainnya. Untuk memastikan itu maka dianggap perlu melakukan suatu polarisasi sifat ciri, dengan jalan membedakan sifat ciri yang merupakan bentuk leluhurnya atau Plesiomorf (primitif), dan bentuk turunan atau Apomorf (maju). Dalam kaitan ini, jika dua atau lebih takon menampilkan adanya sifat ciri plesiomorf serupa, maka sifat ciri ini merupakan Simplesiomorf. Sebalikanya kalau suatu apomorf homolog dimiliki oleh dua atau lebih sifat ciri  takson, sifat ciri ini dikatakan Sinapomorf. Penentuan polarisasi sifat ciri ini dipermudah dengan metode outgroup, yaitu dengan membandingkan takson yang ditangani  (kelompok ingroup) dengan takson kerabat dekatnya yang untk keperluan penilaian lalu dianggap lebih bersifat primitif.
Karena corak pendekatannya, dengan sendirinya hanya sifat ciri yang homolog saja yang harus digunakan dalam analisis, sehingga kemungkinan terlibatkannya sifat ciri yang analog harus diwaspadai. Sebagaimana diketahui perubahan sifat ciri tidak selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, sebab persebaran sifat ciri dalam jajaran takson yang ditangani mungkin merupakan hasil evolusi yang paralel, atau konvergensi, atau bahkan pembalikan (reversal) suatu sifat ciri apomorf ke keadaan plesiomorf. Perubahan-perubahan evolusi yang menyebabkan kesalahan simpulan dalam penggambaran filogeninya ini secara kolektif di sebut Homoplasi.

Sumber Ciri Untuk Bukti Taksonomi
Ciri yang dipakai sebagai bukti taksonomi dalam mencirikan, menggolongkan, dan menamakan makhluk dapat berasal dari seluruh bagian tubuh dan dari semua fase serta proses pertumbuhan makhluk, antara laian yaitu :
Morfologi. Kriteria morfologi masih akan terus dipakai sebagai tumpuan utama kegiatan pendeterminasian, pencirian dan penyusunan sistem klasifikasi yang praktis. Lagi pula ciri-ciri morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dengan cepat jika dibandingkan dengan ciri-ciri lainnya. Sayangnya proses perkembangan ciri mofologi gampang termutasikan sehingga bentuk akhir pengejawantahannya dapat dipengaruhi oleh faktor non-genetika seperti keadaan kesehatan makhluk, status gizi dan makananya, umur, lingkungan sekitar, serta tahapan siklus penangkarannya.
  Ontogeni dan Embriologi. Pengunaan data-data embriologi (ilmu yang mempelajari perkembangan lembaga sebelum, selama, dan sesudah pembuahan) memang baru terbatas pada takson berperingkat tinggi. Macam dan susunan kantong lembaga ternyata mantap dalam sesuatu suku, sehingga dapat membantu penggolongan suku-suku yang sulit. Data-data embriologi berguna juga sebagai bukti tambahan untuk menentuan batasan marga dan menyusun sistem klasifikasi yang lebih alamiah.
Warna. Warna seringkali dimanfaatkan sebagai ciri penyedia bukti taksonomi karena dapat menjadi penanda untuk identifikasi jenis yang terandalkan. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam kebanyakan hal, pola warna lebih bermanfaat dibandingkan dengan corak warnanya sendiri, apalagi karena warna dapat memudar pada spesimen yang diawetkan.
Anatomi dan Ciri Tersembunyi. Ciri anatomi sangat berguna untuk menganalisis hubungan filogenetik. Pemakaian ciri tersembunyi sebagai bukti taksonomi memang sering menghadirkan takson tersembunyi (kriptospesies) pula sehingga harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
Ultrastruktur. Struktur permukaan renik sekarang dapat ditampilkan oleh SEM (Scanning Electron Microscop) secara jelas sehingga menambah ciri yang dapat dimanfaatkan sebagai bukti taksonomi secara lebih meyakinkan. TEM (Transmission Electron Microscop) memfasilitasi penelaahan ultrastruktur sel yang berpengaruh besar pada pemecahan masalah taksonomi dan filogenetika sehingga dipercaya akan membantu perbaikan pemahaman tentang hubungan kekerabatan evolusi makhluk. Dalam kaitannya dengan pengerahan ciri ultrastruktur untuk keperluan penelaahan filogenetika, perlu diwaspadai kenyataannya bahwa ciri renik itu sering bersifat sederhana atau kurang kompleks sehingga hanya dikendalikan oleh sejumlah gen kecil.
Sitologi. Ukuran kromosom ternyata mantap untuk setiap jenis. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromosom tumbuhan monokot mempunyai ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan kromosom dikot. Dan tumbuhan berkayu kebanyakan mempunyai kromosom berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kromosom tumbuhan terna yang sekerabat. Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis umumnya sama, sehingga ciri ini mempunyai nilai penting. Akan tetapi sampai sekarang baru kira-kira 10% seluruh tumbuhan yang ada yang sudah diperiksa secara sitologi. Kepentingan nilai jumlah kromosom sebagai bukti taksonomi disebabkan oleh karena kemantapannya berkorelasi dengan penggolongan alamiah makhluk. Dengan demikian ciri ini dapat dipakai sebagai penunjuk untuk membagi-bagi sesuatu takson, asal saja terhadap ciri lain menguatkannya. Manfaat jumlah kromosom ini umumnya amat terasa pada takson dibawah suku, terutama pada tingkat jenis peranan ciri kromosom amatlah menonjol dalam menginterpretasi suatu sistem klasifikasi dan dalam menentukan kekerabatan serta arah evolusi, menjelaskan mekanisme terjadinya suatu golongan, menunjukkan adanya reproduksi isolasi dan lain-lain. Data-data ini, bersama dengan hasil percobaan dalam bidang genetika, morfologi perbandingan dan ekologi memugkinkan kita memata-matai arah, jalan atau kerja evolusi.
Biokimia. Makin sempurnanya teknik analisis dengan cara kromatografi kertas dan kromatografi gas telah membuka horizon baru dalam menggunakan data-data biokimia sebagai bukti taksonomi. Dengan teknik ini dapatlah diketahui persebaran dan profil kromatogram senyawa-senyawa fenol, glikosida HCN, alkoloid, minyak dan lemak, karbohodrat terlarutkan dalam air, asam-asam amino bebas dan sebagainya. Bergantung kepada kandungan senyawa kimianya, profil kromatogram yang dihasilkan oleh ekstrak setiap jenis tumbuhan akan berbeda. Sebagai akibatnya data-data tadi dapat langsung terus dipaergunakan untuk keperluan bukti taksonomi tanpa terlebih dahulu perlu mendeterminasi susunan senyawa kimianya sendiri. Dari semua data biokimia senyawa fenol dapat merupakan bukti taksonomi yang terpenting sebab dapat menjajagi hubungan berbagai golongan tumbuhan yang berkerabat secara evolusi.
Urutan Molekul. Urutan nukleotida DNA dan RNA, atau residu asam amino dalam protein pelbagai makhluk semakin banyak diungkapkan orang. Masalah muncul karena ketidaknungkinan membedakan homologi dan anlogi untuk setiap posisi dalam urutan molekul, sehingga homoplasi diduga lebih sering diumpai dibandingkan dengan ciri yang disediakan morfologi. Persoalan ini yang juga mencuat ke permukaan adalah kenyataan seringnya dijumpai inkongruensi atau ketidaksesuaian dalam gambaran simpulan hasil yang diperoleh dari analisis kekerabatan berbasis pendekatan molekul bila dibandingkan dengan hasil dari pendekatan morfologi. Hal ini terjadi karena ketidaksamaan kecepatan evolusi pada ciri-ciri yang diamati.
Artefakta Hewan. Banyak sekali makhluk yang menhasikan artefakta, yang ternyata sangat berguna untuk keperluan pencirian guna menyempurnakan pengertian tentang hubungan filogenetika anggotanya.
Perilaku. Bukti-bukti menunjukkan bahwa perkembangan perilaku memang tidak selalu bersifat plastis sehingga tidak selamanya dapat dianggap sebagai homoplasi. Isolasi genetika anak jenis dan jenis sanak sering dibarengi dengan perbedaan perilaku. Perilaku reproduksi juga sangat menentukan, sebab jenis yang giat malan dan kerabatnya yang giat siang tidak punya peluang luas untuk melakukan perkawinan.
Persebaran Geografi. Persebaran geografi makhluk memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi perlu, diperlukan sebagai suatu jenis tersendiri, atau cukup dianggap sebagai forma atau varietas, atau sebagai anak jenis daripada jenis yang lain. Dalam kaitan ini persebaran geografi erat pula hubungannya dengan faktor ekologi yang menentukan beberapa ciri biologi makhluk yang bersangkutan. Di samping itu persebaran geografi juga amat berfaedah dalam mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson-takson tertentu. Dengan pertolongan peta yang memuat persebaran setiap jenis yang diselidiki, dapatlah diketahui daerah yang paling banyak jenisnya serta paling besar variasi ciri-cirinya. Daerah tersebut dikenal sebagai pusat keanekaragaman dan seringkali merupakan daerah yang dianggap sebagai tempat asal leluhur evolusi takson-takson itu.

*      PERTELAAN
Catatan lengkap pengamatan dan analisis ciri-ciri setiap takson akan dituangkan dalam serangkaian pertelaan. Salah satu cara untuk menguasai istilah yang banyak ialah dengan mencoba mempelajari satu jenis makhluk dengan seksama. Makhluk tadi hendaklah dianalisis sampai susunan morfologi bagian-bagian tubuhnya dipahami sepenuhnya berikut istilah-istilah yang dpakai orang untuk mengacu sifat-sifatnya. Kemudian cobalah membuat sendiri pertelaan makhluk itu berdasarkan pola yang dibakukan, lalu perbandingkan hasilnya dengan pertelaan yang terdapat dalam pustaka-pustaka yang ada.
Bentuk dan Isi Pertelaan. Mengingat fungsinya yang penting dalam sistematika biologi, isi pertelaan yang relatif pendek dan haruslah tepat, terperinci dengan lengkap dan menyeluruh, serta dapat dibandingkan sesamanya. Urutan yang biasa dipakai orang dalam memertelakan suatu jenis makhluk beserta setiap organnya ialah dari yang umum sampai yang khusus, dari dasar ke ujung, dari bagian luar ke bagian dalam, dan dari organ secara umum sampai kepada bagian-bagiannya secara terperinci sendiri-sendiri.
Karena merupakan definisi suatu takson, pertelaan suatu takson haruslah mencakup takson-takson di bawahnya. Oleh karena itu semakin tinggi peringkat suatu takson umumnya semakin pendek pertelaannya. Pertelaan marga itu harus lebih berciri umum sehingga dapat menampung semua variasi ciri jenis-jenis yang tergolong  ke dalamnya.
Diagnosis. Diagnosis seringkali dipakai pada waktu memerkenalkan suatu takson baru untuk pertama kali dan umumnya ditempatkan di awal pertelaan. Adakalanya diagnosis disisipkan dalam pertelaan biasa tetapi ditonjolkan dengan jalan menggarisbawahi atau mencetak miring ciri-ciri diagnosis itu.

2.     PENGGOLONGAN
Takson atau satuan taksonomi yang dipakai dalam menggolongkan makhluk adalah jenis, marga, suku, dan seterusnya. Penentuan tingkat takson itu tergantung kepada besarnya derajat kesamaan ciri yang dimiliki komponen di bawahnya.

Satuan-Satuan Klasifikasi
Penyusunan sistem klasifikasi biasanya didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang secara genetika berciri mantap, sehingga faktor lingkungan tidak mempengaruhi hasil pengklasifikasian itu. Selanjutnya orang mengusahakan dan mencari agar ciri-ciri yang dipakai mempunyai korelasi satu sama lainnya.
Satuan-satuan Penyususn Jenis. Batasan individu tidak mudah mendefinisikannya tapi kebanyakan ahli biologi sekarang menyetujui bahwa ciri keautonomian fisiologinya merupakan ciri utama suatu individu. Jadi pada tumbuhan yang berkoloni dan berkembang biak secara vegetatif, suatu individu yang baru terbentuk bila terjadi pemisahan organik antara individu itu dan tetuanya.
Individu yang menyusun jenis atau bagian-bagiannya secara keseluruhan biasa disebut populasi. Populasi umumnya didefinisikan sebagai sekelompok individu yang semacam, mempunyai persamaan-persamaan umum dan menghuni tempat yang sama pada saat yang bersamaan. Individu-individu suatu populasi itu akan berkembang biak, saling kawin-mengawini yang bertukar gen, mati atau pindah, terpecah belah atau menggabung dengan populasi lainnya, namun ciri dasar populasi itu secara keseluruhan tetap. Karena itu dapatlah dimengerti mengapa konsep satuan taksonomi yang berdasarkan populasi itu di anggap konkrit, sebab populasi sendiri dapat dianggap merupakan sesuatu yang konkrit.
Biotipe adalah suatu populasi yang individu-individunya mempunyai susunan genotipe yang sama. Suatu biotipe itu mungkin berciri homozigot atau heterozigot; di alam biotipe yang berciri homozigot itu jarang dijumpai. Sekalipun tidak merupakan satuan taksonomi atau takson yang perlu diberi nama ilmiah, biotipe itu penting dalam sistematika biologi sebab merupakan satuan dasar bagi penelitian-penelitian genetika populasi dan taksonomi eksperimen atau biosistematika. Konsep-konsep satuan taksonomi sekarang umumnya disusun berdasarkan biotipe-biotipe itu. Apomiksis (yaitu populasi yang terjadi karena apogami atau perkembangbiakan kawin dengan tidak melalui pembauahan satu individu) dan klon (suatu populasi yang merupakan keturunan vegetatif daripada suatu individu) adalah macam-macam khusus botipe. Keduanya mempunyai arti penting tidak saja bagi taksonomi tapi juga untuk keperluan praktik.
Dalam suatu populasi jenis, secara sporadik adakalanya terdapat satu atau beberapa biotipe tanpa pola persebaran tertentu tetapi menunjukkan variasi bentuk yang jelas berbeda dengan anggota-anggota populasi lainnya. Inilah yang dalam botani disebut forma, yang seringkali terjadi karena secara kebetulan fakor-faktor gen resesif terkumpul sehingga timbulnya dalam populasi berciri sporadik dan terbatas tetapi dengan ciri-ciri yang mantap. Forma itu merupakan peringkat terendah yang diberi pengakuan taksonomi dan nama ilmiah sebab umumnya mudah dikenal (misalnya karena perbedaan warna bunga, atau bentuk dan ukuran daun).
Masih dalam BOTANI, takson di bawah tingkat jenis yang paling banyak dipergunakan orang ialah varietas, dengan pengertian yang sering berbeda-beda. Dalam lingkungan pertanian istilah varietas umum dipakai untuk mengacu segala bentuk variasi jenis tanaman; untuk ini istilah yang paling tepat ialah kultivar (dari cultivar = cultivated variety, varietas yang dibududayakan atau dijinakkan).
Untuk keperluan klasifikasi biologi ahli-ahli botani pada umumnya menganggap varietas itu sebagian suatu populasi yang terdiri atas satu atau beberapa biotipe, mempunyai ciri morfologi yang nyata dan tersebar dalam daerah yang terbatas, jadi merupakan ras lokal daripada populasi jenisnya. Karena itu variasi yang menjadi ciri varietas dapat mempunyai ciri yang sesuai dengan faktor-faktor geografi, ekologi, atau sitologi atau gabungan dari ketiganya.
Berbeda dengan varietas yang persebarannya terbatas atau berciri lokal, anak jenis atau subspesies merupakan populasi yang terdiri atas beberapa biotipe dengan daerah persebaran yang meluas sampai meliputi suatu wilayah atau kawasan. Jadi anak-anak jenis itu dapat dianggap sebagai ras-ras geografi daripada populasi jenis, terpisah satu sama lain oleh perbedaan-perbedaan morfologi tetapi diantaranya tidak terdapat penghalang genetika, sekalipun daerah persebarannya mungkin terpisah satu sama lainnya. Luas tingkat persebaran (sporadik untuk forma, lokal untuk varietas, dan regional atau kawasan untuk anak jenis) tidak selamanya berimbangan dengan perbedaan-perbedaan antara sesama anak jenis, sehingga adakalanya tidak setajam atau sebanyak perbedaan-perbedaan antara varietas-varietas, atau bahkan antara forma-forma yang sejenis.
Jenis: Batu Dasar Sistematika. Gabungan semua populasi yang semacam, jadi gabungan seluruh individu makhluk yang satu macam biasa disebut jenis.
Pada garis besarnya definisi-definisi jenis yang banyak itu dapat digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama mendefinisikan jenis berdasarkan tradisi, jadi menggunakan kriteria morfologi. Di samping morfologi faktor geografi kemudian diperhitungkan juga karena diakuinya kepentingan variasi yang terdapat dalam daeah persebaran populasi. Definisi berdasarkan kriteria morfologi geografi ini menghasilkan jenis taksonomi. Menurut konsep ini jenis itu merupakan populasi-populasi yang terdiri atas individu-individu dengan ciri-ciri morfologi yang berkorelasi.
Kelompok definisi yang kedua menghasilkan konsep jenis biologi, yang memformulasikan jenis sebagai populasi-populasi yang disatukan satu sama lain oleh kemungkinan untuk saling kawin-mengawini secara bebas, dan terpisah atau terisolasi dari jenis-jenis lainnya oleh adanya penghalang reproduksi.
Sebenarnya perbedaan antara jenis taksonomi yang berdasarkan morfologi dan jenis biologi berlandaskan ciri-ciri sitogenetika itu tidaklah perlu dipertajam. Dengan demikian jenis dapat dikenal secara morfologi, dan terdiri atas populasi atau gabungan individu yang diperkirakan dapat saling kawin-mengawini sesamanya secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang menyerupai tetuanya, serta merupakan pembawa. Di antara satu jenis dan jenis lainnya dengan sendirinya diharapkan terdapat suatu pemisah, suatu ketidaksinambungan dalam berbagai ciri morfologi dan ciri-ciri kebakaannya.
Perkembangan terakhir menuntut dianutnya konsep jenis filogenetika, yang dapat didefinisikan sebagai satuan terkecil makhluk yang berkembang biak secara seksual yang sedikit-dikitnya memiliki satu ciri diagnosis yang terdapat pada semua anggotanya tetapi tidak dijumpai pada kerabat terdekatnya.
Takson-Takson di Atas Jenis. Konsep takson-takson di atas jenis biasanya dianggap sesuatu yang abstrak. Sekalipun demikian marga mungkin merupakan satuan yang sudah dikenal orang sebelum biologi berkembang sebagai suatu ilmu. Sebagai salah satu satuan taksonomi marga mempunyai fungsi untuk menyediakan wadah yang mempersatukan semua jenis yang erat kekerabatannya secara alamiah. Dalam menentukan batasan-batsan marga, keeratan hubungan kekeluargaan jenis-jenisnya selalu mendapat perhatian utama. Penempatan suatu jenis dalam suatu marga harus didahului oleh pemastian bahwa jenis itu betul-betul erat hubungan kekerabatannya dengan jenis yang tanpa diragukan lagi merupakan anggota sejati marganya. Besar derajat perbedaan, besar jumlah jenis yang tersangkut, dan tradisi pemakaian sesuatu marga penting juga pengaruhnya dalam mempertimbangkan apakah suatu kelompok jenis itu dapat dianggap merupakan satu marga atau tidak.
Gabungan marga-marga yang sekerabat ditampung dalam suku. Korelasi ciri-ciri morfologi daam seluruh anggota suku itu seringkali besar jumlahnya. Adanya ciri-ciri khusus tertentu yang menjadi pemersatu marga-marga tertentu telah menimbulkan suku-suku yang ciri kealamiahannya mudah dilihat.
Bangsa adalah satuan taksonomi tempat mewadahi kumpulan suku-suku yang erat hubungan kekerabatannya satu sama lainnya. Takson ini merupakan satuan yang paling tidak sempurna batasan-batasannya dan kegunaannya untuk pendeterminasian hampir tidak ada. Kumpulan bangsa ditampung dalam kelas dan gabungan kelas membentuk filum.
Makin kecil perbedaan yang memisahkan ketiganya makin rendah peringkat takson yang diperlukan untuk kelompok-kelompok tadi, dan sebaliknya.

Seperangkat Asas Pemandu Penyusunan Sistem Klasifikasi
Sebelum suatu sistem klasifikasi dapat disusun, terlebih dulu perlu diketahui dengan baik semua ciri beserta kodrat dan fitrah obek yang dihadapi sebagai penanda atau pengenal keutuhan objek. Sejauh-jauhnya objek-objek itu seyogyanya dibuat setara baik cakupan maupun peringkat dan tingkat perkembangannya. Untuk itu perlu dibuat batasan atau definisi sehingga diperoleh kesamaan variasi ciri dan ciri yang akan dipakai, keluasan dan kedalaman cakupan, serta tolak ukur atau tanda pengenal lainnya. Dengan demikian setiap objek tadi dapat dijadikan “satuan kegiatan operasi” untuk dapat diberikan perlakuan yang sama, sehingga segala sesuatunya memang harus terukurkan, terbandingkan, dan utuh.
Asas lain yang perlu diperhatikan dalam mengklasifikasi sesuatu adalah kealamiahan objek, yang harus dihormati sehingga posisi dan fungsinya dalam relung yang ditempatinya pada sistem klasifikasi yang dihasilkan nanti akan serba berkewajaran.
Dalam melakukan klasifkasi orang perlu pula memperhatikan keharmonisan dan keseimbangan sehingga hasil atau sistem klasifikasi yang diciptakan akan baik serta mendekati kesempurnaan yang ideal.
Pelaksanaan klasifikasi haruslah dilakukan secara bertaat asas berdasarkan kriteria yang dijadikan bukti ciri atau landasan pengklasifikasian. Perlu diketahui bahwa suatu ciri yang berguna untuk sekumpulan objek di suatu peringkat belum tentu baik bila dipakai untuk peringkat lain, apalagi untuk objek lain.
Kemultigunaan merupakan salah satu asas pemandu penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan klasifikasi. Kemultigunaan dapat dicapai kalau ciri yang dijadikan landasan pengelasifikasian itu berjumlah banyak, dengan setiap ciri berpautan satu sama lainnya. Secara empiris dalam biologi diketahui bahwa idealnya jumlah ciri itu sebanyak jumlah objek yang diklasifikasi kurang satu, ( n – 1 ).
Bergantung pada motif, dasar dan cara yang dipakai, klasifikasi itu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi empirik dan klasifikasi rasional. Klasifikasi empirik ialah penggolongan makhluk yang tidak memerdulikan makhluknya sendiri, jadi suatu penggolongan yang tidak didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh makhluk yang diklasifikasi. Klasifikasi menurut abjad adalah contoh klasifikasi empirik, karena pedoman utama dalam mengklasifikasi disini ialah huruf awal namanya, yang sebenarnya hanya buatan manusia belaka. Golongan kedua, klasifikasi rasional merupakan klasifikasi yang betuk-betuk mempunyai hubungan langsung dengan makhluk yang digolongkan, dengan menggunakan ciri yang dimiliki makhluk tadi sebagai dasarnya.
Pada dasarnya terdapat lima macam klasifikasi rasional, yaitu klasifikasi-klasifikasi praktis, klasik, fenetik, filogenetika. Klasifikasi praktis seringkali dinamakan klasifikasi khusus sebab diadakan hanya untuk memenuhi keperluan-keperluan tertentu. Klasifikasi klasik, fenetik dan filogenetika seringkali berpautan satu sama lainnya sehingga batas perbedaan diantaranya kadang-kadang tidak jelas.