PENDAHULUAN
Dalam
buku-buku dan risalah-risalah ilmiah lainnya orang sering mencampurkan dan
memertukarkan pengertian istilah-istilah klasifikasi, taksonomi, dan
sistematika. Dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai ada kecenderungan untuk
memberikan pengertian tersendiri bagi masing-masing istilah tadi jadi sekarang
orang tidak lagi memertukarkan istilah-istilah itu. Menurut pengertian baru
ini, taksonomi ialah ilmu tentang
teori-teori klasifikasi, pencirian, dan penamaan. Jadi kegiatan taksonomi itu
mencakup dasar-dasar pencirian, tata cara pengenalan dan hukum-hukum penamaan,
serta asas-asas pengaturan makhluk dalam golongan atau satuan kelasnya secara
ideal. Berlaian dengan klasifikasi,
taksonomi sudah sering diartikan sebagai teori dan praktek klasifikasi dan
bukan hasil akhirnya, yaitu sistem
klasifikasi. Dengan sendirinya pengetahuan tentang seluk-beluk penamaan,
pencirian, dan penggolongan saja – jadi taksonomi semata – belumlah dapat
menerangkan sebab musabab dan asal usul sampai terjadinya suatu bentuk
pengaturan seperti yang dituangkan dalam suatu sistem klasifikasi. Untuk itu
orang lalu melakukan kegiatan pengajian kekerabatan dan keanekaragaman melalui taksonomi pencobaan atau biosistematika,
sedangkan hubungan evolusi makhluk dialami oleh Filogenetika.
Gabungan antara taksonomi dan biosistematika serta
filogenetika inilah yang sekarang merupakan wilayah sistematika biologi.
Dengan
demikian sistematika biologi itu dapat didefinisikan sebagai ilmu yang secara
ilmiah memelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman makhluk serta sejarah
hubungan kekerabatan evolusi yang ada di sekitar mereka.
1.
PENCIRIAN
Pertelaan
atau deskripsi yaitu pemaparan atau menguraikan suatu batasan atau ruang
lingkup dan ciri-ciri suatu takson dengan suatu pelukisan atau penggambaran
terperinci yang menggunakan kata dan istilah serta terkadang dilengkapi pula
dengan ilustrasi. Dengan kata lain pertelaan simpulan dan perwujudan pencirian
suatu takson.
Pencirian
pada umumnya berupa ciri (character) dan sifat ciri (character state) yang
diperinci, dianalisis, disintesis, dan semuanya lalu disajikan sebagai bukti
taksonomi.
Kodrat Ciri Dan Sifat Ciri
Dalam
sistematika biologi, secara umum ciri dapat diartikan sebagai penanda yang
mengacu kepada bentuk, susunan, atau kelakuan makhluk, yang dapat digunakan
untuk membandingkan, mendeterminasi, menginterpretasi, mengelompokkan atau
memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya.
Ciri
merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi umumnya berwjud sesuatu yang dapat
diamati, dihitung, diukur, atau diperlakukan. Oleh karena itu dapat di mengerti
bahwa variasi ciri merupakan al yang paling penting untuk keperluan sistematika
biologi. Variasi ciri pada umumnya biasa di katakan sebagai sifat ciri. Dalam
suatu pertelaan ciri harus dibarengi dengan sifat ciri.
Kemudahan
alam pemberian nilai, orang sering membedakan antara ciri kualitatif dan ciri kuantitatif. Ada atau tidaknya suatu ciri,
duduk daun berhadapan atau berseling, dab perilaku serangga yang giat malam
(nocturnal) atau giat siang (diurnal), adalah contoh dari ciri kualitatif. Ciri yang sifatnya dapat dinilai secara langsung
dengan mengukur panjang, berat, kerapatan, dan lain-lainnya adalah ciri-ciri kuantitatif.
Untuk
keperluan pengklasifikasian umumnya orang menggunakan ciri sntesis, yaitu ciri yang terdapat serba sama dan luas merata
pada seluruh anggota suatu takson yang berperingkat tinggi, tetapi ciri ini
tidak banyak bermanfaat untuk penggolongan takson yang berperingkat rendah.
Untuk
keperluan pendeterminasian dan pembatasan takson umumnya orang menggunakan ciri diagnosis, ciri kunci atau ciri
analisis. Ciri ini mempunyai sifat yang terdapat terbatas dan khas karena
dipilihkan dari ciri yang mempunyai kisaran variasi yang bermacam-macam
polanya. Karena terbatasnya persebaran dan besarnya ketidaksamaan variasi
ciri-ciri analisis, sukar untuk dipakai sebagai ciri untuk mempersatukan atau
menyintesiskan takson yang berperingkat tinggi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ciri yang baik untuk keperluan
sistematika biologi haruslah tidak mudah terpengaruh terhadap faktor
lingkungan, variasinya konsisten dan berkorelasi dengan ciri-ciri lainnya,
serta tidak udah termodifikasi oleh perubahan segresi atau rekombinasi faktor
genetik yang sederhana.
Untuk
lebih mudah dipahami dan dihayati jika disadari bahwa ciri dapat didefinisikan
sebagai “........... bentuk asli ditambah dengan semua modifikasi
yang terjadi kemudian .......”. Defenisi
ini menyiratkan bahwa memang terjadi suatu transisi dari satu sifat ciri ke
sifat ciri lainnya. Untuk memastikan itu maka dianggap perlu melakukan
suatu polarisasi sifat ciri, dengan jalan membedakan sifat ciri yang merupakan
bentuk leluhurnya atau Plesiomorf
(primitif), dan bentuk turunan atau Apomorf
(maju). Dalam kaitan ini, jika dua atau lebih takon menampilkan adanya sifat
ciri plesiomorf serupa, maka sifat ciri ini merupakan Simplesiomorf. Sebalikanya kalau suatu apomorf homolog dimiliki
oleh dua atau lebih sifat ciri takson,
sifat ciri ini dikatakan Sinapomorf.
Penentuan polarisasi sifat ciri ini dipermudah dengan metode outgroup, yaitu dengan membandingkan takson yang
ditangani (kelompok ingroup) dengan
takson kerabat dekatnya yang untk keperluan penilaian lalu dianggap lebih
bersifat primitif.
Karena
corak pendekatannya, dengan sendirinya hanya
sifat ciri yang homolog saja yang harus digunakan dalam analisis, sehingga
kemungkinan terlibatkannya sifat ciri yang analog harus diwaspadai. Sebagaimana
diketahui perubahan sifat ciri tidak
selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, sebab persebaran sifat ciri dalam jajaran takson yang ditangani mungkin
merupakan hasil evolusi yang paralel, atau konvergensi, atau bahkan pembalikan
(reversal) suatu sifat ciri apomorf ke keadaan plesiomorf.
Perubahan-perubahan evolusi yang menyebabkan kesalahan simpulan dalam
penggambaran filogeninya ini secara kolektif di sebut Homoplasi.
Sumber Ciri Untuk Bukti Taksonomi
Ciri
yang dipakai sebagai bukti taksonomi dalam mencirikan, menggolongkan, dan
menamakan makhluk dapat berasal dari seluruh bagian tubuh dan dari semua fase
serta proses pertumbuhan makhluk, antara laian yaitu :
Morfologi. Kriteria morfologi
masih akan terus dipakai sebagai tumpuan utama kegiatan pendeterminasian,
pencirian dan penyusunan sistem klasifikasi yang praktis. Lagi pula ciri-ciri
morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dengan cepat jika
dibandingkan dengan ciri-ciri lainnya. Sayangnya proses perkembangan ciri
mofologi gampang termutasikan sehingga bentuk akhir pengejawantahannya dapat
dipengaruhi oleh faktor non-genetika seperti keadaan kesehatan makhluk, status
gizi dan makananya, umur, lingkungan sekitar, serta tahapan siklus
penangkarannya.
Ontogeni
dan Embriologi. Pengunaan data-data embriologi (ilmu yang mempelajari
perkembangan lembaga sebelum, selama, dan sesudah pembuahan) memang baru terbatas
pada takson berperingkat tinggi. Macam dan susunan kantong lembaga ternyata
mantap dalam sesuatu suku, sehingga dapat membantu penggolongan suku-suku yang
sulit. Data-data embriologi berguna juga sebagai bukti tambahan untuk menentuan
batasan marga dan menyusun sistem klasifikasi yang lebih alamiah.
Warna. Warna seringkali
dimanfaatkan sebagai ciri penyedia bukti taksonomi karena dapat menjadi penanda
untuk identifikasi jenis yang terandalkan. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam
kebanyakan hal, pola warna lebih bermanfaat dibandingkan dengan corak warnanya
sendiri, apalagi karena warna dapat memudar pada spesimen yang diawetkan.
Anatomi dan Ciri Tersembunyi. Ciri anatomi sangat berguna untuk menganalisis hubungan filogenetik.
Pemakaian ciri tersembunyi sebagai bukti taksonomi memang sering menghadirkan
takson tersembunyi (kriptospesies) pula sehingga harus dilakukan dengan penuh
pertimbangan dan kehati-hatian.
Ultrastruktur.
Struktur permukaan renik sekarang dapat ditampilkan oleh SEM (Scanning Electron
Microscop) secara jelas sehingga menambah ciri yang dapat dimanfaatkan sebagai
bukti taksonomi secara lebih meyakinkan. TEM (Transmission Electron Microscop)
memfasilitasi penelaahan ultrastruktur sel yang berpengaruh besar pada
pemecahan masalah taksonomi dan filogenetika sehingga dipercaya akan membantu
perbaikan pemahaman tentang hubungan kekerabatan evolusi makhluk. Dalam
kaitannya dengan pengerahan ciri ultrastruktur untuk keperluan penelaahan
filogenetika, perlu diwaspadai kenyataannya bahwa ciri renik itu sering
bersifat sederhana atau kurang kompleks sehingga hanya dikendalikan oleh
sejumlah gen kecil.
Sitologi. Ukuran kromosom
ternyata mantap untuk setiap jenis. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromosom
tumbuhan monokot mempunyai ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan kromosom
dikot. Dan tumbuhan berkayu kebanyakan mempunyai kromosom berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan kromosom tumbuhan terna yang sekerabat. Jumlah kromosom
semua individu yang tergolong satu jenis umumnya sama, sehingga ciri ini
mempunyai nilai penting. Akan tetapi sampai sekarang baru kira-kira 10% seluruh
tumbuhan yang ada yang sudah diperiksa secara sitologi. Kepentingan nilai
jumlah kromosom sebagai bukti taksonomi disebabkan oleh karena kemantapannya
berkorelasi dengan penggolongan alamiah makhluk. Dengan demikian ciri ini dapat
dipakai sebagai penunjuk untuk membagi-bagi sesuatu takson, asal saja terhadap
ciri lain menguatkannya. Manfaat jumlah kromosom ini umumnya amat terasa pada
takson dibawah suku, terutama pada tingkat jenis peranan ciri kromosom amatlah
menonjol dalam menginterpretasi suatu sistem klasifikasi dan dalam menentukan
kekerabatan serta arah evolusi, menjelaskan mekanisme terjadinya suatu
golongan, menunjukkan adanya reproduksi isolasi dan lain-lain. Data-data ini,
bersama dengan hasil percobaan dalam bidang genetika, morfologi perbandingan
dan ekologi memugkinkan kita memata-matai arah, jalan atau kerja evolusi.
Biokimia. Makin sempurnanya
teknik analisis dengan cara kromatografi kertas dan kromatografi gas telah
membuka horizon baru dalam menggunakan data-data biokimia sebagai bukti
taksonomi. Dengan teknik ini dapatlah diketahui persebaran dan profil
kromatogram senyawa-senyawa fenol, glikosida HCN, alkoloid, minyak dan lemak,
karbohodrat terlarutkan dalam air, asam-asam amino bebas dan sebagainya.
Bergantung kepada kandungan senyawa kimianya, profil kromatogram yang
dihasilkan oleh ekstrak setiap jenis tumbuhan akan berbeda. Sebagai akibatnya
data-data tadi dapat langsung terus dipaergunakan untuk keperluan bukti
taksonomi tanpa terlebih dahulu perlu mendeterminasi susunan senyawa kimianya
sendiri. Dari semua data biokimia senyawa fenol dapat merupakan bukti taksonomi
yang terpenting sebab dapat menjajagi hubungan berbagai golongan tumbuhan yang berkerabat
secara evolusi.
Urutan Molekul.
Urutan nukleotida DNA dan RNA, atau residu asam amino dalam protein pelbagai
makhluk semakin banyak diungkapkan orang. Masalah muncul karena
ketidaknungkinan membedakan homologi dan anlogi untuk setiap posisi dalam urutan
molekul, sehingga homoplasi diduga lebih sering diumpai dibandingkan dengan
ciri yang disediakan morfologi. Persoalan ini yang juga mencuat ke permukaan
adalah kenyataan seringnya dijumpai inkongruensi atau ketidaksesuaian dalam
gambaran simpulan hasil yang diperoleh dari analisis kekerabatan berbasis
pendekatan molekul bila dibandingkan dengan hasil dari pendekatan morfologi.
Hal ini terjadi karena ketidaksamaan kecepatan evolusi pada ciri-ciri yang
diamati.
Artefakta Hewan.
Banyak sekali makhluk yang menhasikan artefakta, yang ternyata sangat berguna
untuk keperluan pencirian guna menyempurnakan pengertian tentang hubungan
filogenetika anggotanya.
Perilaku. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa perkembangan perilaku memang tidak selalu bersifat plastis
sehingga tidak selamanya dapat dianggap sebagai homoplasi. Isolasi genetika
anak jenis dan jenis sanak sering dibarengi dengan perbedaan perilaku. Perilaku
reproduksi juga sangat menentukan, sebab jenis yang giat malan dan kerabatnya
yang giat siang tidak punya peluang luas untuk melakukan perkawinan.
Persebaran Geografi.
Persebaran geografi makhluk memegang peranan penting dalam menentukan apakah
suatu kelompok populasi perlu, diperlukan sebagai suatu jenis tersendiri, atau
cukup dianggap sebagai forma atau varietas, atau sebagai anak jenis daripada
jenis yang lain. Dalam kaitan ini persebaran geografi erat pula hubungannya
dengan faktor ekologi yang menentukan beberapa ciri biologi makhluk yang
bersangkutan. Di samping itu persebaran geografi juga amat berfaedah dalam
mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson-takson tertentu.
Dengan pertolongan peta yang memuat persebaran setiap jenis yang diselidiki,
dapatlah diketahui daerah yang paling banyak jenisnya serta paling besar
variasi ciri-cirinya. Daerah tersebut dikenal sebagai pusat keanekaragaman dan
seringkali merupakan daerah yang dianggap sebagai tempat asal leluhur evolusi
takson-takson itu.
PERTELAAN
Catatan
lengkap pengamatan dan analisis ciri-ciri setiap takson akan dituangkan dalam serangkaian
pertelaan. Salah satu cara untuk menguasai istilah yang banyak ialah dengan
mencoba mempelajari satu jenis makhluk dengan seksama. Makhluk tadi hendaklah
dianalisis sampai susunan morfologi bagian-bagian tubuhnya dipahami sepenuhnya
berikut istilah-istilah yang dpakai orang untuk mengacu sifat-sifatnya.
Kemudian cobalah membuat sendiri pertelaan makhluk itu berdasarkan pola yang
dibakukan, lalu perbandingkan hasilnya dengan pertelaan yang terdapat dalam
pustaka-pustaka yang ada.
Bentuk dan Isi Pertelaan. Mengingat fungsinya yang penting dalam sistematika biologi, isi
pertelaan yang relatif pendek dan haruslah tepat, terperinci dengan lengkap dan
menyeluruh, serta dapat dibandingkan sesamanya. Urutan yang biasa dipakai orang
dalam memertelakan suatu jenis makhluk beserta setiap organnya ialah dari yang umum sampai yang khusus, dari
dasar ke ujung, dari bagian luar ke bagian dalam, dan dari organ secara umum
sampai kepada bagian-bagiannya secara terperinci sendiri-sendiri.
Karena
merupakan definisi suatu takson, pertelaan suatu takson haruslah mencakup
takson-takson di bawahnya. Oleh karena itu semakin
tinggi peringkat suatu takson umumnya semakin pendek pertelaannya. Pertelaan marga itu harus lebih berciri
umum sehingga dapat menampung semua variasi ciri jenis-jenis yang
tergolong ke dalamnya.
Diagnosis.
Diagnosis seringkali dipakai pada waktu memerkenalkan suatu takson baru untuk
pertama kali dan umumnya ditempatkan di awal pertelaan. Adakalanya diagnosis
disisipkan dalam pertelaan biasa tetapi ditonjolkan dengan jalan
menggarisbawahi atau mencetak miring ciri-ciri diagnosis itu.
2.
PENGGOLONGAN
Takson
atau satuan taksonomi yang dipakai dalam menggolongkan makhluk adalah jenis,
marga, suku, dan seterusnya. Penentuan tingkat takson itu tergantung kepada
besarnya derajat kesamaan ciri yang dimiliki komponen di bawahnya.
Satuan-Satuan Klasifikasi
Penyusunan
sistem klasifikasi biasanya didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang
secara genetika berciri mantap, sehingga faktor lingkungan tidak mempengaruhi
hasil pengklasifikasian itu. Selanjutnya orang mengusahakan dan mencari agar
ciri-ciri yang dipakai mempunyai korelasi satu sama lainnya.
Satuan-satuan Penyususn Jenis. Batasan individu tidak mudah mendefinisikannya tapi kebanyakan ahli
biologi sekarang menyetujui bahwa ciri keautonomian fisiologinya merupakan ciri
utama suatu individu. Jadi pada tumbuhan yang berkoloni dan berkembang biak
secara vegetatif, suatu individu yang baru terbentuk bila terjadi pemisahan
organik antara individu itu dan tetuanya.
Individu
yang menyusun jenis atau bagian-bagiannya secara keseluruhan biasa disebut
populasi. Populasi umumnya didefinisikan
sebagai sekelompok individu yang semacam, mempunyai persamaan-persamaan umum
dan menghuni tempat yang sama pada saat yang bersamaan. Individu-individu
suatu populasi itu akan berkembang biak, saling kawin-mengawini yang bertukar
gen, mati atau pindah, terpecah belah atau menggabung dengan populasi lainnya,
namun ciri dasar populasi itu secara keseluruhan tetap. Karena itu dapatlah
dimengerti mengapa konsep satuan taksonomi yang berdasarkan populasi itu di
anggap konkrit, sebab populasi sendiri dapat dianggap merupakan sesuatu yang
konkrit.
Biotipe
adalah suatu populasi yang individu-individunya mempunyai susunan genotipe yang
sama. Suatu biotipe itu mungkin berciri homozigot atau heterozigot; di alam
biotipe yang berciri homozigot itu jarang dijumpai. Sekalipun tidak merupakan
satuan taksonomi atau takson yang perlu diberi nama ilmiah, biotipe itu penting
dalam sistematika biologi sebab merupakan satuan dasar bagi
penelitian-penelitian genetika populasi dan taksonomi eksperimen atau
biosistematika. Konsep-konsep satuan taksonomi sekarang umumnya disusun
berdasarkan biotipe-biotipe itu. Apomiksis (yaitu populasi yang
terjadi karena apogami atau perkembangbiakan kawin dengan tidak melalui
pembauahan satu individu) dan klon (suatu populasi yang merupakan
keturunan vegetatif daripada suatu individu) adalah macam-macam khusus botipe.
Keduanya mempunyai arti penting tidak saja bagi taksonomi tapi juga untuk
keperluan praktik.
Dalam
suatu populasi jenis, secara sporadik adakalanya terdapat satu atau beberapa
biotipe tanpa pola persebaran tertentu tetapi menunjukkan variasi bentuk yang
jelas berbeda dengan anggota-anggota populasi lainnya. Inilah yang dalam botani
disebut forma, yang seringkali terjadi karena secara kebetulan fakor-faktor gen
resesif terkumpul sehingga timbulnya dalam populasi berciri sporadik dan
terbatas tetapi dengan ciri-ciri yang mantap. Forma itu merupakan peringkat terendah
yang diberi pengakuan taksonomi dan nama ilmiah sebab umumnya mudah dikenal
(misalnya karena perbedaan warna bunga, atau bentuk dan ukuran daun).
Masih
dalam BOTANI, takson di bawah tingkat jenis yang paling banyak dipergunakan orang
ialah varietas, dengan pengertian yang sering berbeda-beda. Dalam
lingkungan pertanian istilah varietas umum dipakai untuk mengacu segala bentuk
variasi jenis tanaman; untuk ini istilah yang paling tepat ialah kultivar (dari
cultivar = cultivated variety, varietas yang dibududayakan atau dijinakkan).
Untuk keperluan klasifikasi biologi ahli-ahli
botani pada umumnya menganggap varietas itu sebagian suatu populasi yang
terdiri atas satu atau beberapa biotipe, mempunyai ciri morfologi yang nyata
dan tersebar dalam daerah yang terbatas, jadi merupakan ras lokal daripada
populasi jenisnya. Karena itu variasi yang menjadi ciri varietas dapat
mempunyai ciri yang sesuai dengan faktor-faktor geografi, ekologi, atau
sitologi atau gabungan dari ketiganya.
Berbeda dengan varietas yang persebarannya terbatas
atau berciri lokal, anak jenis atau subspesies merupakan populasi yang terdiri
atas beberapa biotipe dengan daerah persebaran yang meluas sampai meliputi
suatu wilayah atau kawasan. Jadi anak-anak jenis itu dapat dianggap sebagai ras-ras
geografi daripada populasi jenis, terpisah satu sama lain oleh
perbedaan-perbedaan morfologi tetapi diantaranya tidak terdapat penghalang
genetika, sekalipun daerah persebarannya mungkin terpisah satu sama lainnya. Luas tingkat persebaran (sporadik untuk forma, lokal untuk varietas,
dan regional atau kawasan untuk anak jenis) tidak selamanya berimbangan
dengan perbedaan-perbedaan antara sesama anak jenis, sehingga adakalanya tidak
setajam atau sebanyak perbedaan-perbedaan antara varietas-varietas, atau bahkan
antara forma-forma yang sejenis.
Jenis: Batu Dasar Sistematika. Gabungan
semua populasi yang semacam, jadi gabungan seluruh individu makhluk yang satu
macam biasa disebut jenis.
Pada
garis besarnya definisi-definisi jenis yang banyak itu dapat digolongkan dalam
dua kelompok. Kelompok pertama mendefinisikan jenis berdasarkan tradisi, jadi
menggunakan kriteria morfologi. Di samping morfologi faktor geografi kemudian
diperhitungkan juga karena diakuinya kepentingan variasi yang terdapat dalam
daeah persebaran populasi. Definisi berdasarkan kriteria morfologi geografi ini
menghasilkan jenis taksonomi. Menurut konsep ini jenis itu merupakan populasi-populasi yang terdiri atas
individu-individu dengan ciri-ciri morfologi
yang berkorelasi.
Kelompok
definisi yang kedua menghasilkan konsep jenis biologi, yang memformulasikan jenis sebagai populasi-populasi yang
disatukan satu sama lain oleh kemungkinan untuk saling kawin-mengawini secara
bebas, dan terpisah atau terisolasi dari jenis-jenis lainnya oleh adanya
penghalang reproduksi.
Sebenarnya perbedaan antara jenis taksonomi yang
berdasarkan morfologi dan jenis biologi berlandaskan ciri-ciri sitogenetika itu
tidaklah perlu dipertajam. Dengan demikian jenis dapat dikenal secara
morfologi, dan terdiri atas populasi atau
gabungan individu yang diperkirakan dapat saling kawin-mengawini sesamanya
secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang menyerupai tetuanya, serta
merupakan pembawa. Di antara satu jenis dan jenis lainnya dengan sendirinya
diharapkan terdapat suatu pemisah, suatu ketidaksinambungan dalam berbagai ciri
morfologi dan ciri-ciri kebakaannya.
Perkembangan
terakhir menuntut dianutnya konsep jenis filogenetika, yang dapat
didefinisikan sebagai satuan terkecil makhluk yang berkembang biak secara
seksual yang sedikit-dikitnya memiliki satu ciri diagnosis yang terdapat pada
semua anggotanya tetapi tidak dijumpai pada kerabat terdekatnya.
Takson-Takson di Atas Jenis. Konsep takson-takson di atas jenis biasanya dianggap sesuatu yang
abstrak. Sekalipun demikian marga mungkin merupakan satuan yang sudah dikenal
orang sebelum biologi berkembang sebagai suatu ilmu. Sebagai salah satu satuan
taksonomi marga mempunyai fungsi untuk menyediakan wadah yang mempersatukan
semua jenis yang erat kekerabatannya secara alamiah. Dalam menentukan
batasan-batsan marga, keeratan hubungan kekeluargaan jenis-jenisnya selalu
mendapat perhatian utama. Penempatan suatu jenis dalam suatu marga harus
didahului oleh pemastian bahwa jenis itu betul-betul erat hubungan
kekerabatannya dengan jenis yang tanpa diragukan lagi merupakan anggota sejati
marganya. Besar derajat perbedaan, besar jumlah jenis yang tersangkut, dan
tradisi pemakaian sesuatu marga penting juga pengaruhnya dalam mempertimbangkan
apakah suatu kelompok jenis itu dapat dianggap merupakan satu marga atau tidak.
Gabungan
marga-marga yang sekerabat ditampung dalam suku. Korelasi ciri-ciri morfologi
daam seluruh anggota suku itu seringkali besar jumlahnya. Adanya ciri-ciri
khusus tertentu yang menjadi pemersatu marga-marga tertentu telah menimbulkan
suku-suku yang ciri kealamiahannya mudah dilihat.
Bangsa
adalah satuan taksonomi tempat mewadahi kumpulan suku-suku yang erat hubungan
kekerabatannya satu sama lainnya. Takson ini merupakan satuan yang paling tidak
sempurna batasan-batasannya dan kegunaannya untuk pendeterminasian hampir tidak
ada. Kumpulan bangsa ditampung dalam kelas dan gabungan kelas membentuk filum.
Makin
kecil perbedaan yang memisahkan ketiganya makin rendah peringkat takson yang
diperlukan untuk kelompok-kelompok tadi, dan sebaliknya.
Seperangkat Asas Pemandu Penyusunan Sistem
Klasifikasi
Sebelum
suatu sistem klasifikasi dapat disusun, terlebih dulu perlu diketahui dengan
baik semua ciri beserta kodrat dan fitrah obek yang dihadapi sebagai penanda
atau pengenal keutuhan objek. Sejauh-jauhnya objek-objek itu seyogyanya
dibuat setara baik cakupan maupun peringkat dan tingkat perkembangannya. Untuk
itu perlu dibuat batasan atau definisi sehingga diperoleh kesamaan variasi ciri
dan ciri yang akan dipakai, keluasan dan kedalaman cakupan, serta tolak ukur
atau tanda pengenal lainnya. Dengan demikian setiap objek tadi dapat
dijadikan “satuan kegiatan operasi” untuk dapat diberikan perlakuan yang sama,
sehingga segala sesuatunya memang harus terukurkan, terbandingkan, dan utuh.
Asas
lain yang perlu diperhatikan dalam mengklasifikasi sesuatu adalah kealamiahan
objek, yang harus dihormati
sehingga posisi dan fungsinya dalam relung yang ditempatinya pada sistem
klasifikasi yang dihasilkan nanti akan serba berkewajaran.
Dalam
melakukan klasifkasi orang perlu pula memperhatikan keharmonisan dan keseimbangan
sehingga hasil atau sistem klasifikasi
yang diciptakan akan baik serta mendekati kesempurnaan yang ideal.
Pelaksanaan
klasifikasi haruslah dilakukan secara bertaat asas berdasarkan kriteria
yang dijadikan bukti ciri atau landasan pengklasifikasian. Perlu diketahui
bahwa suatu ciri yang berguna untuk sekumpulan objek di suatu peringkat belum
tentu baik bila dipakai untuk peringkat lain, apalagi untuk objek lain.
Kemultigunaan merupakan salah satu asas pemandu penting yang
perlu diperhatikan dalam melakukan klasifikasi. Kemultigunaan dapat dicapai
kalau ciri yang dijadikan landasan pengelasifikasian itu berjumlah banyak,
dengan setiap ciri berpautan satu sama lainnya. Secara empiris dalam biologi diketahui bahwa idealnya jumlah ciri itu
sebanyak jumlah objek yang diklasifikasi kurang satu, ( n – 1 ).
Bergantung
pada motif, dasar dan cara yang dipakai, klasifikasi itu dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu klasifikasi empirik dan
klasifikasi rasional. Klasifikasi
empirik ialah penggolongan makhluk yang tidak memerdulikan makhluknya sendiri,
jadi suatu penggolongan yang tidak didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh
makhluk yang diklasifikasi. Klasifikasi menurut abjad adalah contoh klasifikasi
empirik, karena pedoman utama dalam mengklasifikasi disini ialah huruf awal
namanya, yang sebenarnya hanya buatan manusia belaka. Golongan kedua, klasifikasi rasional merupakan klasifikasi
yang betuk-betuk mempunyai hubungan langsung dengan makhluk yang digolongkan,
dengan menggunakan ciri yang dimiliki makhluk tadi sebagai dasarnya.
Pada
dasarnya terdapat lima macam klasifikasi rasional, yaitu klasifikasi-klasifikasi praktis, klasik, fenetik, filogenetika. Klasifikasi praktis seringkali dinamakan
klasifikasi khusus sebab diadakan hanya untuk memenuhi keperluan-keperluan
tertentu. Klasifikasi klasik, fenetik
dan filogenetika seringkali berpautan satu sama lainnya sehingga batas
perbedaan diantaranya kadang-kadang tidak jelas.